Beberapa pakar hukum pidana menyoroti putusan hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Effendi Mukhtar terkait kasus bailout Bank Century. Putusan hakim Effendi yang memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyidik, menetapkan tersangka hingga menuntut Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, dianggap melewati kewenangan dalam persidangan praperadilan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan putusan Effendi melebihi kewenangannya karena kompetensi praperadilan terkait keabsahan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut.
Kewenangan hakim praperadilan ini diatur dalam Pasal 77 sampai dengan 83 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni dalam menilai sah atau tidaknya penghentian penyidikan, serta memutus ganti rugi dan rehabilitasi. Adapun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan sah atau tidaknya penetapan tersangka.
"Selain kewenangan tersebut, maka praperadilan tidak berwenang memutuskan termasuk memerintahkan menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Abdul Fickar dihubungi Katadata.co.id, Rabu (11/4).
(Baca juga: Kasasi Budi Mulya Jadi Dasar Putusan Praperadilan Kasus Bank Century)
Abdul Fickar mengatakan putusan yang melebihi kewenangan, bersifat tidak mengikat dan tidak wajib untuk diikuti. "Bahkan menurut saya bisa diajukan peninjauan kembali (PK)," kata dia.
Hal senada dinyatakan pakar hukum pidana Yenti Garnasih menyatakan perintah menetapkan tersangka tak masuk dalam kewenangan hakim praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Menurut Yenti, kewenangan untuk menetapkan tersangka merupakan independensi dari penyidik yang tak bisa diintervensi siapapun. Hakim praperadilan seharusnya hanya memiliki kewenangan untuk mengontrol bagaimana proses hukum acara pidana berjalan sesuai prosedur.
"Bagaimana mungkin hakim praperadilan sampai masuk kepada memerintahkan menetapkan tersangka," kata Yenti ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (11/4).
Menurut Yenti, perintah hakim praperadilan yang harus dilaksanakan hanya untuk melanjutkan proses penyidikan perkara. Sementara, perintah untuk menetapkan tersangka tak perlu diikuti.
Yenti menilai, perintah untuk menetapkan tersangka akan berdampak terhadap jalannya proses penyidikan seperti menimbulkan ketergesaan. Padahal penetapan tersangka perlu memenuhi dua alat bukti.
(Baca juga: Mantan Hakim MK: Kebijakan Century Tak Bisa Dipidanakan)
Dalam putusan pada Senin (9/4), hakim Effendi memerintahkan KPK melanjutkan proses hukum kasus Bank Century sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya)," bunyi petikan putusan tersebut.
Apabila KPK tak melanjutkan kasus ini, hakim meminta lembaga antirasuah tersebut melimpahkan ke lembaga lain.
"Atau melimpahkannya kepada Kepolisian atau Kejaksaan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat."
Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesai (MAKI) yang terdiri dari Boyamin Saiman, Komaryono dan Rizky Dwi Cahyo Putra.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan dasar permohonan praperadilan tersebut berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya. Kasasi dengan nomor perkara 861 K/Pid.Sus/2015 mengabulkan permohonan KPK dengan menghukum Budi Mulya 15 tahun.