Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 juncto PKPU Nomor 15 Tahun 2017. Perubahan ini sebagai jalan keluar atas masalah penggantian calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan perubahan tersebut dengan menambahkan terjemahan berhalangan tetap yang jadi prasyarat penggantian calon. Selama ini, KPU hanya menerjemahkan berhalangan tetap akibat meninggal dunia atau sakit secara permanen.
“Bisa saja KPU menambahkan satu pengertian lagi dari berhalangan tetap yaitu ketika dia ditahan akibat OTT (operasi tangkap tangan) atau pengembangan perkara oleh KPK. Itu lebih sederhana, lebih cepat,” kata Titi di Media Center KPU, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
(Baca pula: Partai Idaman Tak Lolos Daftar Pemilu, Rhoma Irama Gugat KPU ke PTUN)
Usul ini, kata dia, sebagai alternatif atas rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait penggantian calon kepala daerah yang menjadi tersangka. Dengan mengganti calon bermasalah secara hukum, masyarakat mempunyai pilihan lebih baik dalam proses pemilihan kepala daerah.
Selain itu, usulan tersebut juga memberikan hak untuk para partai politik mengusung calon yang lebih kredibel. Hal lainnya guna menjaga marwah demokrasi agar tidak dinilai buruk karena mempersilakan tersangka korupsi berlaga dalam Pilkada. “Kami memahami usulan Ketua KPK Agus Rahardjo tentang penerbitan Perppu,” kata Titi.
Hanya saja, dia menilai usulan Perppu tersebut tidak mudah direalisasikan karena mengandalkan komitmen Presiden Joko Widodo. Selama ini, Jokowi dinilai kurang responsif dalam menerbitkan jenis aturan tersebut sebagaimana ketika diminta untuk mengeluarkan Perppu atas Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang menuai polemik.
Sementara itu, jika alternatif yang diambil melalui revisi terbatas pada Undang-Undang Pilkada akan membutuhkan waktu dan komitmen DPR dan pemerintah. Karena itu, Titi menilai opsi yang paling memungkinkan dalam penggantian calon kepala daerah yang berstatus tersangka KPK dengan memanfaatkan kewenangan KPU yaitu merevisi PKPU.
Mendapat masukan tersebut, Ketua KPU Arief Budiman menilai perubahan PKPU atas tafsir berhalangan tetap tak mungkin dilakukan. Sebab, KPU harus menerapkan asas praduga tak bersalah kepada calon kepala daerah, meski telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
(Lihat juga: Bawaslu Curiga Dana Saksi di Awal Pilkada Dalih untuk Mahar Politik)
Menurut Arief, masih ada peluang bagi calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka oleh KPK menang dalam gugatan praperadilan. “Selama ini memang tidak ada yang bebas, tapi bukan tidak mungkin praperadilan yang bersangkutan menang. Semua kemungkinan bisa terjadi,” kata Arief.
Dia menilai aturan yang ada saat ini sudah mampu memberi pelajaran kepada pemilih, partai politik, maupun pemangku kepentingan terkait. Pemilih, lanjutnya, dapat belajar agar tidak asal menentukan calon, terlebih yang memiliki latar belakang masalah hukum. Sementara partai bakal semakin ketat melihat rekam jejak para calon yang diusungnya.
Di sini, KPU sebagai salah satu pemangku kepentingan akan semakin mengingatkan agar calon kepala daerah yang diusung bebas dari masalah hukum. “Biar ini jadi pelajaran kita semua, bukan hanya partai politik dan pemilih, tapi juga seluruh stakeholder yang lain,” kata Arief.