Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ngada Marianus Sae sebagai tersangka dugaan gratifikasi untuk sejumlah proyek di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Penetapan Marianus sebagai tersangka setelah yang bersangkutan terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Minggu, (11/2).
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji kepada Bupati Ngada," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Senin (12/2).
Basaria mengatakan, Marianus diduga menerima total uang sejumlah Rp 4,1 miliar dari Direktur PT Sinar 99 Permai Wilhelmus Iwan Ulumbu. Wilhelmus merupakan salah satu kontraktor di Kabupaten Ngada yang kerap memperoleh proyek sejak 2011.
(Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Zumi Zola Tetap Jabat Gubernur Jambi)
Basaria mengatakan, uang tersebut diserahkan baik secara tunai maupun melalui transfer antarbank, antara lain pada November 2017 sebesar Rp 1,5 miliar di Jakarta, transfer Rp 2 miliar di rekening Wilhelmus pada Desember 2017. Uang tersebut juga diserahkan secara langsung di rumah Marianus sejumlah Rp 400 juta pada 16 Januari 2018 dan Rp 200 juta pada 6 Februari 2018.
"WIU (Wilhelmus Iwan Ulumbu) membuka rekening atas namanya sejak 2011 dan memberikan kartu ATM bank tersebut pada 2015 kepada MSA (Marianus Sae)," kata Basaria.
Selain diduga untuk proyek-proyek sebelumnya, Marianus juga diduga menjanjikan sejumlah proyek senilai Rp 54 miliar kepada Wilhelmus pada 2018. Basaria mengatakan, proyek tersebut antara lain pembangunan jalan Poma Boras senilai Rp 5 miliar, jembatan Boawe (Rp 3 miliar), jalan Ranamoeteni (Rp 20 miliar).
Kemudian, jalan Riominsimanunggela dengan nilai Rp 14 miliar, jalan Tadawaebella (Rp 5 miliar), jalan Emerewaibella (Rp 5 miliar). "Ruas jalan Warbetutarawaja Rp 2 miliar," kata Basaria.
(Baca: Wali Kota Tegal Terima Suap Rp 5,1 Miliar untuk Ongkos Pilkada 2018)
Basaria memprediksi jika uang suap yang didapatkan Marianus akan digunakan untuk biaya kampanye di Pilkada NTT 2018. Marianus mencalonkan diri maju sebagai calon gubernur NTT berpasangan dengan Emilia J Nomleni.
Keduanya maju sebagai pasangan calon yang diusung PDI-P dan PKB. Marianus-Emilia akan bersaing dengan Benny Kabur Harman dan Benny Alexander Litelnoni yang diusung Demokrat, PKPI, dan PKS; Esthon Leyloh Foenay dan Christian Rotok yang diusung Gerindra dan PAN; serta Victor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae Soi yang diusung Golkar, Nasdem, dan Hanura.
"Prediksi dari tim kami kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu (biaya kampanye). Tapi apakah itu pasti untuk ke sana kami belum bisa mengatakan itu karena belum menemukan jalur sesuatu yang diberikan kepada tim-tim yang berhubungan dengan Pilkada tersebut," kata Basaria.
Basaria mengatakan, OTT terhadap Marianus bermula ketika menerima informasi dari masyarakat. KPK kemudian melakukan pengecekan di lapangan secara paralel ke tiga lokasi di Surabaya, Kupang, dan Bajawa Kabupaten Ngada pada Minggu (11/2).
Sekitar pukul 10.00 WIB, tim pertama bergerak menuju hotel di Surabaya dan mengamankan Marianus dan Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT Ambrosia Tirta Santi. Dari tangan Marianus, tim mengamankan sebuah kartu ATM dan beberapa struk transaksi keuangan.
Tim kedua yang sudah berada di Kupang mengamankan ajudan Marianus, Dionesisu Kilo di posko pemenangan Kupang sekitar 11.30 WITA. Adapun, tim ketiga mengamankan Wilhelmus di kediamannya di Bajawa pukul 11.30 WITA.
"Tim juga mengamankan pegawai Bank BNI Cabang Bajawa Petrus Pedulewari di kediamannya di Bajawa pukul 11.45 WITA," kata Basaria.
(Baca juga: Ada 19 Kasus Korupsi Selama 2017, KPK Cetak Rekor OTT Terbanyak)
Setelah mengamankan kelimanya, tim KPK melakukan pemeriksaan terhadap ketiganya secara terpisah di Polda Jawa Timur, Polda NTT, dan Polres Bajawa. KPK lalu menerbangkan Marianus, Ambrosia, dan Dionesisu ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut di Gedung KPK.
Setelah melakukan pemeriksaan, KPK pun meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan terhadap dua orang. Mereka yakni Marianus sebagai penerima gratifikasi, sementara Wilhelmus sebagai pemberi.
Atas perbuatannya, Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Wilhelmus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001.