Bank Dunia, Norwegia, dan Denmark memberikan bantuan dana untuk mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia. Kerja sama ini untuk membantu Indonesia mencapai target pengurangan 30% sampah dan 70% sampah plastik pada 2025.
Saat ini Indonesia masih memproduksi 64 juta ton sampah per tahun. Dari total tersebut, 3,2 juta ton merupakan sampah plastik dan 1,3 juta ton berakhir di laut.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arief Havas Oegroseno mengatakan, dana tambahan dari Bank Dunia, pemerintah Denmark dan Norwegia akan diberikan kepada pemerintah daerah. Bantuan yang dikelola lewat Dana Perwalian Kemaritiman itu dialokasikan sebesar US$ 1 miliar selama lima tahun ke depan.
"Dalam meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di berbagai kota pesisir di Indonesia," kata Havas di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Selasa (30/1).
Menurut Havas, pemberian dana ini diberikan karena pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab masing-masing pemerintah daerah. Kendati, Havas mengakui jika pemerintah daerah masih terbatasi oleh anggaran pengelolaan sampah.
Havas mengatakan, idealnya pemerintah daerah memiliki anggaran pengelolaan sampah sebesar US$ 15 per satu orang penduduk setiap tahunnya. "Rata-rata di Indonesia anggaran US$ 6 per orang per tahun," kata dia.
Havas mengatakan, dana tersebut untuk tahap awal akan diberikan kepada 3 daerah. Ketiga daerah tersebut berada di Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat.
"Sekarang ini masih dalam proses. Nanti kalau sudah finalisasi akan kami sampaikan ke publik," kata Havas.
Selain itu, kerja sama juga dilakukan dengan menyusun Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah. Kemudian, pemerintah Indonesia akan menyusun kerja sama di bidang pengelolaan sampah menjadi energi (waste to energy) dengan ketiga pihak tersebut. "Jadi mengubah sampah menjadi listrik," kata Havas.
Salah satu wilayah yang dijadikan lokasi program tersebut adalah DKI Jakarta. Sebab, Jakarta menghasilkan 7.000 ton sampah per hari. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pihaknya akan melanjutkan penanganan sampah plastik agar target pemerintah dapat terealisasi.
Anies menjelaskan akan mulai mengelola beberapa waduk yang airnya bersih untuk bisa digunakan warga. "Saya berharap juga program seperti ini bisa meluas. Bukan hanya di satu atau dua titik tapi seluruh titik," kata Anies.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menilai pengelolaan limbah padat di daerah perkotaan dan pesisir di Indonesia penting untuk mengurangi kebocoran ke laut dan jalur air lainnya. Sebab, berdasarkan studi yang dilakukan Bank Dunia, sekitar 80% kebocoran limbah ke laut berasal dari sampah di daratan yang tidak terkelola dengan baik.
"Diperkirakan setiap warga negara Indonesia bertanggung jawab atas rata-rata satu kilogram sampah plastik per tahun," kata Rodrigo.
Duta Besar Denmark Rasmus A. Kristensen mengatakan, kebanyakan sampah di laut berasal dari limbah yang tidak dikelola dengan baik di kota besar seperti Jakarta. Karenanya, ia menilai terdapat tantangan yang signifikan dalam pengelolaan sampah di daerah tersebut.
"Dalam hal ini, Denmark telah bekerja sama dengan Indonesia dalam memperbaiki pengelolaan limbah padat, termasuk teknologi konversi limbah ke energi," kata Rasmus.
Duta Besar Norwegia Vegard Kalee mengatakan, kerja sama yang dilakukan penting untuk bisa menjaga ekosistem laut dan pesisir. Vegard mengatakan, lautan dan daerah pesisir memiliki peran penting dalam perekonomian bagi ratusan juta orang di dunia.
"Namun ekosistem laut dan daerah pesisir saat ini mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Polusi sampah, khususnya dalam bentuk plastik sangat mengancam kesehatan dan keseimbangan ekosistem laut dan daerah pesisir," kaya Vegard.