Pamor Golkar Naik, Airlangga Berpotensi Jadi Cawapres untuk Jokowi

Kemenperin
Presiden Joko Widodo dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau prototipe mobil desa di Desa Tumang, Boyolali, Jawa Tengah, 30 Januari 2017 lalu.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
25/1/2018, 09.04 WIB
Elektabilitas Partai Golkar meningkat sejak Airlangga Hartarto terpilih sebagai Ketua Umum menggantikan Setya Novanto. Pamor Golkar yang berada di posisi kedua setelah PDI Perjuangan ini dinilai membuat Airlangga berpeluang sebagai calon wakil presiden pendamping Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilu 2019.
 
Berdasarkan hasil survei LSI Denny JA yang dilakukan pada periode 7-14 Januari 2017, Golkar memiliki elektabilitas sebesar 15,5%. Angka tersebut menyusul PDIP yang menempati posisi pertama dengan elektabilitas sebesar 22,2%.
 
"Siapa yang akan dijadikan wakil (presiden), konteks elektabilitas partai otomatis menentukan, yang paling besar (elektabilitasnya) punya kans lebih besar. Tapi itu konteks hari ini," kata peneliti LSI Denny JA Rully Akbar di kantornya, Jakarta, Rabu (24/1).
 
 
Rully mengatakan, Jokowi terlihat merawat hubungannya dengan Golkar sebagai partai pendukungnya. Perlakuan Jokowi tampak istimewa dengan memperbolehkan dua menteri dari Golkar yang merangkap jabatan di partai.
 
Selain Airlangga yang tetap menjabat sebagai Menteri Perindustrian, Ketua Koordinator Bidang Kelembagaan Golkar Idrus Marham menjabat sebagai Menteri Sosial.
 
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai Jokowi yang memberikan perlakukan khusus terhadap Golkar tak lepas dari posisi tawar partai yang tinggi. Terlebih, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak uji materi ambang batas presiden (presidential threshold).
 
Aturan persyaratan pencalonan presiden dengan dukungan 20% dari kursi DPR atau 25% suara sah dalam pemilihan legislatif, membuat Jokowi perlu dukungan partai dengan suara besar untuk maju ke Pilpres 2019.
 
Di sisi lain, kata Burhanuddin, kedekatan Jokowi dan Golkar membuat presiden memiliki posisi tawar ketika berhadapan dengan PDIP. Apalagi, PDIP dianggap meminta banyak syarat untuk dukungan Pemilu 2019.
 
"Ini kemenangan besar bagi partai Golkar dia berhasil memberi kenyamanan kepada Jokowi bahkan lebih dari kenyamanan yang diberikan PDIP," kata Burhanuddin.
 
 
Burhanuddin menilai pengusungan Airlangga menjadi cawapres juga akan dipengaruhi oleh seberapa kuat elektabilitas Jokowi jelang Agustus 2018. Menurut Burhanuddin, jika elektabilitas Jokowi cukup tinggi maka dia akan leluasa memilih pasangan calonnya.
 
"Karena PDIP tidak mudah memberikan cawapres kepada Golkar. Cawapres Jokowi 2019 itu jadi capres favorit 2024 dengan asumsi terpilih lagi. Kalau Airlangga jadi capres 2024 yang rugi adalah PDIP," kata Burhanuddin.