Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dalam pemilihan kepala daerah 2018. Hasilnya menunjukkan Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat sebagai provinsi dengan tingkat kerawanan paling tinggi.
"IKP untuk masing-masing dimensi, Papua, Maluku, Kalimantan Barat yang paling tinggi untuk tingkat provinsi," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Sosialisasi Mochammad Afifuddin di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (28/11).
Bawaslu mengadakan riset terhadap 171 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2018. Satu provinsi dianggap memiliki tingkat kerawanan tinggi jika nilainya mencapai 3,00 hingga 5,00 pada skala 0-5,00.
(Baca: Suhu Politik Menghangat, Pemerintah Sengaja Buat APBN 2018 Konservatif)
Berdasarkan IKP, Papua memiliki skor 3,41; Maluku dengan skor 3,25; dan Kalimantan Barat dengan skor 3,04. Ketiganya menimpati peringkat teratas dari 17 provinsi yang dinilai dalam IKP. Adapun, 14 provinsi sisanya masuk ke dalam kategori kerawanan sedang.
Bawaslu menganalisis potensi kerawanan menggunakan tiga aspek utama dalam Pilkada, yakni penyelenggaraan (30%), kontestasi (35%), dan partisipasi (35%). Berdasarkan hal tersebut, partisipasi merupakan dimensi dengan tingkat kerawanan paling tinggi di Papua, yakni 3,83%.
Potensi kerawanan pada dimensi penyelenggaraan di Papua sebesar 3,24, sementara pada dimensi kontestasi sebesar 3,11. Kerawanan tinggi di Papua dinilai disebabkan partisipasi pemantau pemilu dan perlindungan terhadap hak pilih yang minim.
Untuk Maluku, potensi kerawanan secara berurut terdapat pada dimensi penyelenggaraan sebesar 3,46; partisipasi sebesar 3,16; dan kontestasi sebesar 3,15. Kerawanan tinggi di Maluku terutama berkaitan dengan integritas dan profesionalitas penyelenggara.
(Baca: Ekonom Prediksi Pilkada Serentak Dongkrak Ekonomi 2018)
Pada Provinsi Kalimantan Barat, kerawanan paling tinggi terjadi pada dimensi kontestasi, yakni 3,48, partisipasi sebesar 2,83, dan penyelenggaraan sebesar 2,75. Tingkat kerawanan yang tinggi di Kalimantan Barat karena maraknya penggunaan isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA), politik identitas dan politisasi birokrasi dalam pelaksanaan tahapan pilkada.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, berbagai masalah terkait Pilkada yang terjadi di ketiga wilayah tersebut memang harus dipantau agar tidak mengganggu proses demokrasi. Terlebih, Papua tidak hanya kali ini menjadi wilayah dengan tingkat kerawanan Pilkada yang tinggi.
"Papua memang harus jadi hal yang kita cermati bersama," kata Tjahjo.
Tjahjo pun sepakat untuk memantau potensi kerawanan di Kalimantan Barat. Pasalnya, penggunaan isu SARA dalam faktor kontestasi di wilayah tersebut cukup tinggi. "Kalimantan Barat kami sepakat karena sudah muncul konsolidasi dari satu suku," kata dia.
Untuk tingkat Kabupaten/Kota, potensi kerawanan tinggi pada IKP terdapat di enam daerah dari 154 daerah. Keenamnya, yakni Kabupaten Mimika (3,43), Kabupaten Paniai (3,41), Kabupaten Jayawijaya (3,40), Kabupaten Puncak (3,28), Kabupaten Konawe (3,07), dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (3,05).
Afifuddin mengatakan, empat dari enam daerah tersebut mempunyai karakter yang serupa, yakni mendapat skor tertinggi pada dimensi penyelenggaraan. Keempat daerah adalah Kabupaten Mimika (4,51), Kabupaten Paniai (4,18), Kabupaten Jayawijaya (3,71), dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (3,38).
Sementara Kabupaten Konawe mempunyai skor kerawanan tertinggi dalam dimensi kontestasi dengan skor 3,85. Untuk skor kerawanan tertinggi pada dimensi partisipasi tercatat pada Kabupaten Puncak (3,65).
Dengan dipetakannya IKP, Ketua Bawaslu RI Abhan berharap agar hal ini dapat menjadi alat deteksi dini mencegah permasalahan yang terjadi saat Pilkada. "Besar harapan kami agar IKP Pilkada 2018 ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Abhan.