Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga tersangka kasus Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto (SN) menyerahkan diri. Ini karena para penyidik KPK sudah menyambangi rumah Setya Novanto di Jalan Wijaya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejak pukul 21.40 WIB.
Menurut Juru bicara KPK Febri Diansyah, para penyidik menyambangi rumah Setya Novanto dalam rangka pelaksanaan tugas penindakan. "Secara persuasif kami imbau SN dapat menyerahkan diri," kata dia kepada Katadata, Kamis (16/11).
Berdasarkan pantauan Katadata, beberapa penyidik memang terlihat mendatangi kediaman Novanto dengan membawa koper dan dua kardus. Selain itu, tampak pula di depan pagar rumah Novanto berjaga belasan anggota Brimob.
Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi hingga saat ini masih berada di dalam. Beberapa kader Golkar seperti Idrus Marham, Azis Syamsuddin, Mahyudin, dan Mustofa M Raja juga terlihat mendatangi kediaman Novanto. Sayangnya, mereka tak bisa masuk dan hanya menunggu di Restoran Patio yang berada di seberang kediaman Novanto.
Seharusnya pagi tadi, Novanto jadwal pemeriksaan sebagai tersangka kasus e-KTP. Namun, ia kembali tidak hadir dan justru berada di DPR RI untuk memimpin Rapat Paripurna masa sidang kedua.
Ini merupakan keempat kalinya Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan yang dijadwalkan KPK. Pada tiga pemeriksaan sebelumnya, Novanto dijadwalkan sebagai saksi dari tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Novanto berkilah, pemeriksaan dirinya harus mendapatkan izin presiden. Alasan ini pun sudah disampaikan dalam surat tertanggal 14 November 2017 yang dikirimkan pengacaranya, Fredrich Yunadi kepada KPK pagi ini. "Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisi tujuh poin yang pokoknya sama dengan surat sebelumnya," kata Febri.
Adapun, Novanto resmi diumumkan kembali sebagai tersangka pada Jumat (10/11). Ia dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis Elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Novanto bersama Anang, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto diduga melakukan korupsi. Akibat perbuatannya itu, negara diduga mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.