Survei LSI: Masyarakat Menilai Korupsi Meningkat 2 Tahun Terakhir

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
15/11/2017, 18.22 WIB

Mayoritas masyarakat menilai praktik korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. Hal ini terlihat dalam hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan sepanjang periode 16-22 Agustus 2017.

Survei dilakukan terhadap 1.540 responden yang memiliki hak pilih atau berusia 17 tahun dari seluruh Indonesia. Pemilihan responden dilakukan secara acak (multistage random sampling) dengan margin of error (tingkat kesalahan) sebesar 2,6 persen.

Hasil survei ini menyebutkan sebanyak 54 persen responden menjawab bahwa korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. Hanya 19,3 persen responden yang menganggap korupsi di Indonesia semakin menurun. Adapun, responden yang menjawab tidak mengalami perubahan sebesar 24,5 persen. Sisanya mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

"Mayoritas warga menilai bahwa dalam dua tahun terakhir tingkat korupsi di Indonesia saat ini mengalami peningkatan," ujar Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardi di Jakarta, Rabu (15/11).

Meski mayoritas responden menganggap bahwa korupsi di Indonesia meningkat, tapi proporsinya menurun dibandungkan survei serupa tahun lalu. Dalam survei LSI pada 2016, responden yang menganggap bahwa korupsi di Indonesia cenderung meningkat mencapai 70%.

Sementara, responden yang menilai korupsi menurun pada survei 2016 sebesar 18 persen. Adapun responden yang menjawab tidak mengalami perubahan sebesar 11 persen dan tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 1 persen.

(Baca: Rekaman Johannes Marliem Sebut Setnov Dapat Jatah Rp 60 Miliar)

Kendati menilai korupsi meningkat, mayoritas masyarakat tetap menilai pemerintah serius mengatasi persoalan ini. Berdasarkan hasil survei LSI, sebanyak 55,9 persen responden menyebut pemerintah serius melawan korupsi dan 11,4 persen menilai pemerintah sangat serius. Sebanyak 19,5 responden menilai pemerintah tidak serius melawan korupsi. 2,4% beranggapan pemerintah sangat tidak serius dan sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Proporsi responden yang menganggap pemerintah serius melawan korupsi menurun dibandingkan survei tahun lalu. Hasil survei saat itu menunjukkan hanya 49 persen responden yang menyatakan pemerintah serius melawan korupsi dan 20 persen menganggap sangat serius. Sementara, 21 persen responden menilai tidak serius dan 3 persen lainnya menganggap sangat tidak serius. Adapun 7 persen responden menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Berdasarkan hasil survei ini, Kuskridho menyimpulkan masyarakat masih percaya upaya pemerintah memberantas korupsi cukup kuat. Hanya saja, masyarakat tidak melihat upaya pemerintah tersebut cukup siginifikan dalam memberantas korupsi. "Masyarakat belum menemukan usaha tersebut efektif dan membawa hasil nyata," kata dia.

Atas dasar itu, pemerintah dinilai perlu melakukan reformasi birokrasi di beberapa aspek. Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan selama ini pemerintah terlalu fokus untuk mengatasi persoalan korupsi dari sektor ekonomi.

Berbagai kebijakan ekonomi dikeluarkan agar proses berbisnis di Indonesia lebih mudah. Sayangnya, kondisi itu tidak dibarengi juga dengan perbaikan di sektor politik dan hukum. Padahal, kata Adnan, perbaikan di kedua sektor tersebut penting mengingat banyak kasus korupsi terjadi di sana. "Kalau pemerintah tak masuk ke sektor hukum dan politik, saya kira sulit," kata Adnan.

(Baca Ekonografik: Daftar Kekalahan KPK di Praperadilan)