YLKI: Selain First Travel, Biro Umrah Lain Telantarkan Ribuan Jemaah

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Selain penipuan First Travel, YLKI menerima laporan ribuan korban penipuan biro perjalanan umrah.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
22/9/2017, 19.09 WIB

Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) mendapatkan sekitar 22 ribu laporan calon jemaah yang ditelantarkan oleh biro perjalanan umrah. Jumlah tersebut terdiri dari beberapa kasus, antara lain First Travel sebanyak 17 ribu laporan, Khalifah Rindu Kabah (KRK) sebanyak 3.056 laporan, dan Hanin Tour sebanyak 1.800 laporan.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, banyaknya laporan penelantaran calon jemaah tersebut membuktikan lemahnya pengawasan Kementerian Agama dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia. Tulus mengatakan, jika pengawasan dilakukan dengan baik seharusnya jumlah korban tak sebesar itu.

"Ini salah satunya adalah mandulnya pengawasan Kemenag secara keseluruhan," kata Tulus di kantornya, Jakarta, Jumat (22/9).

Tulus mengatakan, Kemenag seringkali hanya melakukan pengawasan ketika pemberian izin, namun kerap luput saat biro perjalanan beroperasi.

Pihak Kemenag, kata Tulus, berulang kali menyebut lemahnya pengawasan tersebut karena kurangnya sumber daya manusia (SDM). Kendati, Tulus menilai hal itu tak bisa jadi alasan.

"Ini kan tidak ada alasan karena kalau mengeluarkan izin sebanyak itu pengawasan harus kuat. Jangan izin jor-joran tapi pengawasan mandul dan tidak bisa mengawasi biro umrah yg menipu konsumen," kata Tulus.

Karena itu, Kemenag dinilai perlu bertanggung jawab secara perdata guna menyelesaikan kasus tersebut.  "Tolong Kemenag memutakhirkan lagi aktif atau tidak, terkait aduan dari calon jemaah masih ada atau tidak. Harus ada sansksi minimal pencabutan izin, agar tidak terjadi korban lagi," kata Tulus.

Setelah First Travel, permasalahan penelantaran calon jemaah kembali mencuat setelah adanya kasus Khalifah Rindu Kabah. Tulus mengatakan, biro umrah dengan nama perusahaan PT Assyifa Mandiri Wisata itu telah merugikan calon jemaah hingga Rp 50 miliar.

Sebanyak 3056 calon jemaah dan 24 agen perjalanan ditipu oleh pemilik KRK, Ali Zainal Abidin dengan menjanjikan kepergian ke Tanah Suci sejak Desember 2015. Padahal, calon jemaah telah membayar uang sebesar Rp 11 juta hingga Rp 22 juta.

(Baca: Korban First Travel Mengadu ke Crisis Center, Berharap Uang Kembali)

Salah satu korban penipuan Ali, Yopi Yafrin mengatakan, seluruh calon jemaah yang menjadi korban tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 2000 korban berasal dari Jabodetabek.

"Mayoritas jemaah ada di Jabodetabek sekitar 2000 orang. Tapi ada juga yang tersebar di Sulawesi, Gorontalo, Tarakan, Jambi, Aceh sekitar 1000," kata Yopi.

Yopi mengatakan, para korban telah melapor ke polisi. Ali dilaporkan karena diduga melakukan penipuan kepada konsumen.

Salah satu korban Ali, Hayati mengatakan, uang calon jemaah diduga telah dialihkan menjadi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Bekasi. Kemudian uang juga diduga dialihkan menjadi rumah yang berlokasi di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Pasalnya, rumah itu mulai dibeli oleh Ali sejak adanya transaksi dari calon jemaah.

"Dia melakukan penarikan dana untuk kepentingan pribadi dalam rangka membeli rumah karena bertransaksi mulai Agustus dan dilunasi Desember 2015," kata Hayati.

Setidaknya, ada empat laporan yang disampaikan, baik ke Polresta Jakarta Selatan, Polwiltabes Surabaya, Polda Metro Jaya, dan Bareskrim Mabes Polri. Laporan itu disampaikan pada rentang waktu sejak Februari 2016 hingga April 2016. Ali pun kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun begitu, kasus tersebut terkesan mandet. Polisi urung melanjutkan kasus itu meski sudah lebih dari setahun proses hukum berjalan. "Laporan kami mandek di tengah jalan. Kami sangat terpukul, terheran-heran kenapa tidak kunjung ditahan pemilik Assyifa Mandiri Wisata," kata korban lainnya Ihsyam.

Ihsyam khawatir, jika kasus ini dibiarkan berlarut akan kadaluwarsa. Selain itu, dia juga takut jika nantinya ada penghilangan barang bukti yang dilakukan Ali.

Staff Pengaduan dan Hukum YLKI Mustafa Aqib Bintoro menilai, Kepolisan dan Kejaksaan perlu serius menangani kasus ini. Alasannya, Ali diduga telah merugikan banyak pihak akibat perbuatannya.

Selain itu, terlihat tak ada penyesalan atas perbuatan yang dilakukan. Pasalnya, Ali diduga masih kerap melakukan penipuan terhadap calon jemaah baru.

"Apa yang sudah dilakukan ini ada pengulangan. Tidak ada semacam penyesalan yang dirasakan oleh tersangka," kata Mustafa.

Ia pun meminta Ombudsman dan Kompolnas melakukan supervisi terhadap kerja Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini dimaksudkan agar pengusutan kasus ini dapat berjalan dengan baik. "Kami minta kepada Kompolnas dan Ombudsman melakukan supervisi," kata Mustafa.