Sidang Korupsi, Mantan Dirut PT DGI Bantah Bertemu Sandiaga Uno

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Sandiaga Uno usai menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek RS Universitas Udayana, Jumat (14/7)
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
31/7/2017, 17.25 WIB

Mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah (PT DGI), Dudung Purwadi membantah pernah datang ke pertemuan di Hotel Ritz Carlton sekitar tahun 2008-2009. Pertemuan itu disebut dihadiri Dudung bersama mantan Bendahara Umum M Nazaruddin, mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Sandiaga Uno.

Pertemuan itu disebutkan membahas mengenai proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di RS Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009-2010. Keterangan ini terungkap dalam dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nazaruddin. Dudung mengatakan, dia tidak pernah melakukan pertemuan dengan ketiganya sesuai yang tertera dalam BAP Nazaruddin.

"Dalam BAP bahwa ada pertemuan terkait Udayana antara saya, Sandiaga Uno, Anas, dan Nazaruddin sendiri di hotel Ritz Carlton pada tahun 2008-2009, yang mana itu tidak pernah kejadian," kata Dudung yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi RS Udayana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (31/7).

Sandiaga Uno telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dengan keterangan BAP Nazarudin ini. Sandiaga yang pernah menjabat komisaris di PT DGI dimintai keterangan mengenai proyek pembangunan RS Universitas Udayana dan juga pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Pemprov Sumsel 2010-2011. 

Dalam dua proyek yang berujung korupsi,  PT DGI bekerja sama dengan Permai Grup milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Dalam pemeriksaan di KPK, Sandiaga membantah mengenal Nazaruddin dan mengaku tak pernah menjalin komunikasi.

(Baca: BEI Bekukan Saham DGIK, Korporasi Pertama yang Jadi Tersangka KPK)

Selain soal pertemuan antara Nazarudin dan Sandiaga Uno, Dudung juga membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap dirinya. Dudung mengatakan, dakwaan jaksa cukup membingungkan karea tak sesuai fakta. Justru, Dudung merasa diancam oleh Nazaruddin agar membayarkan fee sebesar 15% terkait proyek tersebut.

Dudung mengatakan, ancaman itu awalnya datang dari adik Nazaruddin, Muhammad Hasyim. Hasyim ketika itu meminta Dudung membayarkan fee proyek sambil membawa 100 orang preman.

"Jadi waktu itu Hasyim datang dengan 100 orang preman untuk ketiga kalinya. Saya ladeni karena saat itu sudah ada Pak Idris (Direktur Keuangan PT DGI, Mohamad El Idris) yang memang waktu itu sudah detil tahu masalahnya. Nah pada waktu itu saya menolak karena kasus ini sudah masuk ranah pidana," kata Dudung.

Karena menolak, Hasyim pun marah dan meminta Dudung berbicara dengan Nazaruddin di LP Cipinang. Dudung menuturkan, Nazaruddin mengancam akan menyeretnya dan PT DGI dalam pusaran korupsi seperti Anas jika tidak membayar fee tersebut.

"Saya bilang silakan, saya tidak pernah merasa kita punya komitmen. Artinya di situ saya tidak pernah bicara komitmen dengan Nazaruddin," kata Dudung.  (Baca: Jejak Setya Novanto di Sidang Korupsi e-KTP)

JPU KPK menilai perbuatan Dudung memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan kerugian negara. Berdasarkan Laporan Hasil Audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 54,7 miliar.

Dudung dikenai dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dudung juga didakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Sebab, Dudung menyalahgunakan kesempatan dalam kedudukannya selaku Direktur Utama PT DGI tahun 2009-2010 dengan melakukan kesepakatan dalam pengaturan proyek pembangunan tersebut.

Dudung dikenai dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus yang sama, KPK juga menetapkan PT DGI sebagai korporasi yang terlibat dalam korupsi.