Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Novanto sebagai saksi bagi tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Setya Novanto yang diperiksa selama hampir lima jam, ketika keluar dari Gedung KPK, Jakarta mendapat sorakan dan teriakan dari puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI). Puluhan mahasiswa saat itu sedang berunjuk rasa menolak Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK.
"Tangkap, tangkap, tangkap Novanto. Tangkap Novanto sekarang juga," ujar mahasiswa dari depan Gedung KPK, Jumat (14/7). (Baca: Alasan Sakit, Setya Novanto Batal Diperiksa KPK soal Kasus e-KTP)
Novanto juga sempat dihadang oleh mahasiswa ketika hendak keluar menggunakan mobil Fortuner hitam dengan plat nomor B 1732 ZLO. Namun, beberapa petugas keamanan menghalangi puluhan mahasiswa yang mengenakan atribut almamaternya.
Novanto tidak banyak berkomentar terkait pemeriksaan. Dia mengatakan materi pemeriksaan hari ini seperti dalam persidangan kasus e-KTP. "Sama seperti fakta dalam persidangan saja," kata Novanto.
Penyidik, kata Novanto, hanya mengajukan sedikit pertanyaan. Namun, dia tak mau merinci berapa dan apa saja pertanyaan yang diajukan. "Cuma sedikit pertanyaan saja," kata dia.
(Baca: Jaksa Jelaskan Fakta Keterlibatan Setya Novanto dalam Korupsi e-KTP)
Sebelumnya, jaksa penuntut umum KPK menyebut Novanto turut serta dalam korupsi e-KTP. Jaksa menyebutkan Novanto bekerjasama dengan terdakwa Irman dan Sugiarto untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun.
"Telah terjadi kerjasama yang erat dan sadar antara para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggaraini, Drajat Wisnu Setyawan, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," kata Ketua JPU Irene Putrie saat membacakan surat tuntutan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (22/6).
Dalam surat tuntutan, jaksa menyebut kedua terdakwa yakni Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen Kemendagri Sugiharto, berkomunikasi dengan Setya Novanto sejak usulan pembahasan proyek e-KTP di Komisi II DPR pada 2011.
Pengusaha yang berafiliasi dengan konsorsium pemenang tender e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong mengajak para terdakwa bertemu dua kali dengan Setya Novanto yang ketika itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Pertemuan pertama berlangsung di Hotel Gran Melia, Jakarta sekitar pukul 06.00 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Diah Anggraini (eks Sekjen Kemendagri), Drajat Wisnu (ketua lelang proyek), dan Isnu Edhi (ketua konsorsium PNRI). Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyampaikan dukungan proyek e-KTP.
(Baca: Jadi Saksi di Pengadilan, Setya Bantah Mendalangi Korupsi Proyek e-KTP)
Beberapa hari kemudian digelar pertemuan antara Irman dengan Andi Agustinus di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR. Saat pertemuan itu, Andi menanyakan kepastian anggaran proyek e-KTP agar Irman dapat melakukan persiapan. Setya Novanto ketika itu menjawab, "Ini sedang kami koordinasikan perkembangannya, nanti kami hubungi Andi."
Setelah proyek berjalan, Andi menyerahkan uang kepada Setya Novanto selama empat tahap. Pembayaran tiga kali pada 2011 dan satu kali pembayaran pada 2012. Uang diberikan kepada Novanto dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana, melalui Andi. PT Quadra Solution merupakan perusahaan konsorsium e-KTP.
Jaksa juga menyatakan para saksi menyebutkan nama Novanto ketika pada Mei 2012 Anang tak bersedia memberikan uang yang membuat Andi marah. "Kalau begini saya malu dengan Setya Novanto, kemana muka saya dibuang kalau hanya sampai di sini sudah berhenti."
Dengan beragam fakta tersebut, jaksa berkeyakinan Setya Novanto terlibat dalam perencanaan korupsi. Jaksa Irene mengatakan pertemuan di Hotel Gran Melia, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari bertentangan dengan hukum.
"Terlebih pertemuan di luar jam kerja yakni pukul 06.00 serta adanya upaya dilakukan Setya Novanto untuk menghilangkan fakta dengan memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada terdakwa satu (Irman) jika ditanya oleh penyidik KPK agar tidak menjawab mengenal Setya Novanto," kata Irene membacakan surat tuntutan.