Pemerintah Antisipasi Kepulangan TKI Ilegal dari Malaysia

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Para calo yang merupakan warga Indonesia biasanya menyasar TKI yang terlihat bingung dan menyarankan mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan calo dengan dalih agar lebih mudah dan dimintai uang untuk pengisian formulir padahal pihak KBRI Kuala
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
6/7/2017, 20.21 WIB

Kementerian Ketenagakerjaan akan menemui otoritas Malaysia untuk membahas masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) illegal. Pemerintah meminta perpanjangan waktu bagi TKI untuk mengurus pemutihan izin kerja.

"Pemerintah akan melakukan pertemuan dengan Malaysia secepatnya," kata Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno kepada Katadata, Kamis (6/7).

Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan juga akan mengundang 189 pimpinan kabupaten/kota pengirim TKI. Para Kepala Dinas Ketenagakerjaan di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia juga akan diundang untuk mengantisipasi kepulangan TKI ilegal yang kini masih bersembunyi.

"Kami akan melakukan pendataan akurat untuk jumlah TKI ilegal di Malaysia," kata Soes.

Daerah perbatasan yang dimaksud adalah Batam, Belawan, Bengkalis, Dumai, Tanjung Balai Asahan, Selat Panjang, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang, Belawan, Nunukan, dan Tarakan.

(Baca juga:  Malaysia Razia Imigrasi, Ribuan TKI Ilegal Sembunyi)

Sebelumnya, Malaysia menggelar razia pekerja asing ilegal sejak awal bulan ini. Langkah tersebut dilakukan menyusul berakhirnya program E-Kad (Enforcement Card) atau Kartu Pekerja Legal Sementara. Dari target 600 ribu pekerja dari 15 negara masuk dalam program pemutihan ini, hanya 155 ribu pekerja yang ikut.

Setelah batas akhir terlewati, razia besar-besaran pun langsung dilakukan. Pada hari pertama razia terjaring 3.393 tenaga kerja ilegal, termasuk 135 orang dari Indonesia. Mereka ditahan di 17 Depo Imigrasi sebelum dideportasi.

Program E-Kad sendiri dimulai sejak 15 Februari 2017 dan berakhir pada 30 Juni 2017. "Empat setengah bulan tidak cukup karena aksesnya terlalu jauh dan waktunya terlalu pendek," ujarnya.

Selain itu, syarat-syarat yang diberikan oleh Malaysia pun dinilai menyulitkan pendaftar, baik TKI maupun majikannya. "Pemberi pekerjaannya dikenakan denda sebesar 500 ringgit, TKI-nya kena denda 300 ringgit," kata Soes.

Lalu, ada proses tes kesehatan yang memakan biaya sebesar 180 ringgit untuk laki-laki dan 190 ringgit untuk perempuan. Setelah selesai tes kesehatan, TKI diwajibkan membayar sebesar 800 ringgit untuk E-Kad dan tambahan administrasi sebesar 100 sampai 200 ringgit.

(Baca juga:  Jokowi Minta Lebih Banyak Atase Ketenagakerjaan untuk Lindungi TKI)

Untuk pendaftar yang tidak lolos tes kesehatan, pemerintah Malaysia mengharuskan TKI Ilegal membeli tiket pesawat pulang sendiri. "Biaya administrasi proses pemulangan kalau ditotal sebesar Rp 8 juta," kata Soes.

Soes menyebutkan, berdasarkan catatan Satuan Petugas (Satgas) TKI Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), ada sekitar 34 ribu buruh migran Indonesia yang telah mengikuti program pemutihan dokumen E-Kad.

Dia juga berasumsi jumlah TKI ilegal yang ada di Malaysia mencapai 1,5 juta orang. "Artinya masih ada indikasi sekitar 1,4 juta lebih penduduk masih belum terdaftar," tuturnya.

Reporter: Michael Reily