Jagat media sosial sempat digegerkan oleh foto bangkai hewan laut raksasa yang terdampar di pesisir pantai Dusun Hulung, Desa Lha, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Berbagai spekulasi muncul soal jenis hewan tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun mengirimkan tim untuk mengidentifikasi bangkai itu. Hasilnya, berdasarkan pengukuran morfometrik dan sampling biologi diketahui bahwa bangkai hewan tersebut termasuk kelompok paus pemakan plankton, bukan gurita atau cumi-cumi raksasa seperti dugaan masyarakat selama ini.
“KKP telah memiliki panduan penanganan mamalia laut terdampar, baik yang masih hidup maupun telah mati,” kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP M Zulficar Mochtar melalui keterangan tertulis, Rabu (17/5).
(Baca juga: Menteri Susi Gandeng PBNU dan Muhammadiyah Budidaya Lele)
Zulficar mengatakan, satu hari sejak bangkai ditemukan, KKP telah mengirimkan tiga ahli identifikasi ikan dari Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Muara Baru. Selanjutnya, tim peneliti juga menugaskan siswa dari Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) untuk mendokumentasikan dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak mendekat ke area.
Anggota tim peneliti BRPL KKP Suwarso mengatakan, dirinya telah meneliti ciri-ciri umum spesimen yang dapat dihubungkan secara langsung pada kelompok-kelompok hewan yang dicurigai, yaitu kelompok ikan, cumi-cumi, gurita, cucut dan mamalia laut. Namun, beberapa langsung kemungkinan langsung dicoret.
Ia menyebut, pada bangkai itu tidak ditemukan sisik yang merupakan salah satu ciri dari kelompok ikan. Selain itu, para peneliti juga tak menemukan tentakel yang merupakan ciri gurita dan cumi. Sementara, hiu memiliki tulang rawan yang tak didapati pada bangkai raksasa di Seram. “Dari hal tersebut, spesimen ini lebih dekat dengan kelompok mamalia yaitu paus,” kata Suwarso.
(Baca juga: Indonesia Mulai Ekspor 30 Ton Gurita Beku ke Jepang)
Adapun beberapa ciri yang menguatkan identifikasi sebagai paus, di antaranya ditemuinya tulang dan tulang belakang (vertebrae), ekor bercagak dan mendatar, juga bentuk-bentuk yang diduga merupakan bagian rahang (atas dan bawah). “Beserta alat penyaring air laut untuk menyaring plankton,” katanya.
Timnya belum bisa memastikan penyebab kematian si paus. Namun, dugaan sementara penyebab kematiannya adalah karena terdampar secara tunggal dan tidak terlihat adanya paus lain di perairan Saparua.
“Patut diduga spesimen yang diidentifikasikan sebagai paus tersebut telah mati selama lebih dari seminggu sebelum ditemukan pada Jum’at, 12 Mei 2017,” kata Suwarso.
(Baca juga: Prioritaskan Program, Produksi Perikanan Budidaya Naik 3 Persen)
Melihat kondisi spesimen, di mana kepala tidak utuh, dan bagian perut terurai, diduga paus mengalami sakit dan luka sebelum kematian. Spesimen terbawa arus ke arah barat dan terdampar di pantai Hualang.
Pada kesempatan lain Sheyka Nugrahani Fadela dari komunitas Whale Stranding Indonesia mengatakan berdasarkan foto dari lokasi, dapat diduga bahwa bangkai tersebut merupakan keluarga dari paus. Namun untuk spesies dan genus-nya masih perlu diidentifikasi di lokasi.