Siti Aisyah dan Potret Kegigihan yang Tak Pernah Sia-sia…

Istimewa
Siti Aisyah, pelinting di Pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) Taman Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur selama 36 tahun.
Penulis: - Tim Publikasi Katadata
Editor: Arsip
1/4/2017, 02.00 WIB

Pada usia sekitar 11 tahun, Siti bekerja sebagai pengasuh di rumah kerabatnya. Ia dibayar Rp 50 per hari. Selama 4 tahun Siti menjalani pekerjaan ini.

Penghasilan dari mengasuh ia kumpulkan. Sesekali, ia berikan kepada ibunya.

Pada usia 15 tahun, Siti mencoba peruntungan yang lebih baik. Ia bekerja di pabrik lem. “Saya lupa, berapa gaji saya saat itu,” kata dia.

Hanya enam bulan ia bekerja di pabrik tersebut. Kemudian, Siti pindah bekerja ke pabrik korek api di Sepanjang, Jawa Timur, selama hampir satu tahun.

Selanjutnya, Siti menumpang di rumah kerabatnya, Sumiarsih, yang saat itu bekerja sebagai mandor di pabrik SKT Taman Sampoerna.

Sumiarsih pun mengajarkan Siti melinting rokok hingga mengajaknya bekerja sebagai pelinting pada 1980.

Awal bekerja, Siti mendapatkan bayaran harian. Ia bisa melinting hingga 500 batang rokok. “Saya lupa bayarannya berapa, tapi saya senang sekali, karena terbilang lumayan untuk saya yang enggak lulus SD,” kata dia.

Lama kelamaan, jumlah lintingan rokok Siti terus bertambah. Hasil lintingannya juga mendapatkan apresiasi.

“Katanya lintingan saya bagus. Jadi enggak lama, saya sudah jadi pegawai tetap,” kisah Siti.

Setiap harinya, ia bekerja mulai pukul 05.30 hingga 13.00 WIB dan menghasilkan sekitar 2.300 lintingan rokok.

Loyalitas, bentuk syukur

Puluhan tahun mengabdi, Siti kini menjadi inspirasi bagi rekan sekerjanya. Kerja keras, kegigihan, dan loyalitasnya diapresiasi.

“Saya masuk kerja terus, dan tidak pernah dapat peringatan karena ada masalah di kantor. Bapak sakit, anak imunisasi, saya tetap masuk. Bapak yang lebih lowong waktunya, membantu urusan rumah dan anak-anak. Walau ada hujan, saya tidak pernah berhenti bekerja,” papar Siti.

Menurut Siti, ia ingin memperlihatkan semangat yang dimilikinya kepada anak-anaknya.

“Saya tidak boleh berhenti bekerja. Kalau saya semangat, anak saya lihat, mereka juga jadi ikut semangat,” kata dia.

Di mata putra bungsunya, Ari Kurniawan, Siti adalah sosok ibu dan pekerja yang tangguh. Dari Siti, Ari belajar tentang arti kegigihan, disiplin, dan tanggung jawab dalam bekerja.

Berbagai penghargaan dari perusahaan telah didapatkan Siti.

Memasuki masa kerja 25 tahun, Siti mendapatkan “Peniti Emas”. Terakhir, tahun lalu, ia juga mendapatkan penghargaan atas dedikasinya bekerja selama 35 tahun.

“Ya saya senang sekali, buat kenang-kenangan. Kerja 36 tahun diapresiasi,” ujar Siti.

 

Menjelang masa pensiun

Kini tersisa 2,5 tahun masa Siti untuk mengabdi sebagai pelinting rokok di Sampoerna.

Ia mengaku, pasti akan merindukan hari-hari yang telah dilaluinya selama puluhan tahun bekerja.

Suasana, lingkungan perusahaan, dan rekan kerja yang menyenangkan menjadi alasan Siti bertahan selama ini.

“Kalau capek, atau kurang enak badan, tinggal ke posko kesehatan minta obat. Ada salon, ada hiburan radio yang menghibur (siaran radio internal). Ada juga konsultasi dokter di radio. Jadi, saya nambah pengetahuan juga,” cerita Siti.

“Saya pasti bakal kangen, karena saya sangat mencintai pekerjaan ini. Kalau ditambahi waktu bekerja, saya masih mau. Hahaha,” lanjut dia, sambil tertawa.

Siti pun telah mempersiapkan kegiatan untuk mengisi hari-harinya ketika masa pensiun tiba.

Ia akan mendedikasikan waktu untuk mengasuh cucu dan membantu putra bungsunya mengelola usaha yang mendapatkan modal pinjaman dari koperasi karyawan Sampoerna.

“Saya berharap, saya tetap sehat, bisa terus mendoakan dan melihat anak-anak mapan. Saya bisa seperti ini juga karena dukungan mereka dan suami. Saya bahagia bisa melihat mereka berhasil,” kata Siti.

Pepatah bijak mengatakan, “Tak ada mimpi yang terlalu besar, tak ada pemimpi yang terlalu kecil”. Siti Aisyah membuktikannya.

Halaman: