Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah masih berupaya menyelesaikan kasus pencemaran minyak di perairan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). PTT Exploration and Production (PTT EP) Company disebutnya telah berkomitmen untuk mencari solusi.

"Dari PTT EP sudah melakukan pendekatan ke kami. Dia ingin menyelesaikan masalah ini dengan win-win solution," ujar Luhut di Kantornya, Jakarta, Jumat (24/3).

Hanya saja, Luhut menjelaskan, pemerintah masih mempertimbangkan apakah kasus ini perlu dibawa ke jalur hukum atau tidak. Pemerintah sendiri menrutnya siap untuk menyelesaikan kasus ini di pengadilan Indonesia maupun di Australia.

(Baca juga: Indonesia dan Australia Bahas Kasus Tumpahan Minyak Montara)

Selain dengan perusahaan asal Thailand tersebut, pemerintah juga telah membangun kontak dengan pemerintah Australia melalui duta besarnya. Kontak ini dilakukan agar pemerintah Australia dapat turut membantu mendesak PTT EP untuk bertanggung jawab atas kasus tumpahan minyak Montara ini.

Luhut mengatakan, pemerintah Australia sudah mendapatkan kompensasi dari PTT EP, tetapi pihak Indonesia masih belum mendapatkannya. "Kita ingin proses ini kita lanjutkan dan tuntaskan. Rakyat kita dirugikan betul," ujar Luhut.

Sebelumnya, kebocoran minyak dari The Montara Well Head Platform di Blok West Atlas Laut Timor perairan Australia yang dioperasikan oleh PTT EP terjadi pada 21 Agustus 2009. Kebocoran pada mulut sumur itu mengakibatkan tumpahnya minyak dan gas hidrokarbon ke laut. 

(Baca juga:  Indonesia Terancam Gagal Dapat Ganti Rugi Tumpahan Minyak Malaysia)

Pada 7 Oktober 2009, Otoritas Keselamatan Maritim Australia (AMSA) memberikan informasi kepada Kementerian Perhubungan Indonesia bahwa pencemaran minyak mentah sudah mencapai sekitar 51 mil laut dari Pulau Rote, NTT. Namun, baru pada 3 November 2009, kebocoran berhasil ditutup.

Atas kejadian tersebut, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya sudah mengajukan ganti rugi sebesar US$ 5 juta untuk warga di pesisir Laut Timor yang mata pencahariannya terganggu. Namun, PTT EP sempat menawarnya menjadi US$ 3 juta dan sampai saat ini belum jelas penyelesaiannya.

Reporter: Miftah Ardhian