Exxon Diklaim Sanggupi Syarat Pemerintah Garap Blok East Natuna

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
6/1/2017, 18.43 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengklaim ExxonMobil Indonesia telah menyanggupi pemisahan produksi minyak dan gas di Blok East Natuna. Pernyataan itu disampaikan setelah Luhut bertemu perwakilan Exxon yang merupakan salah satu anggota konsorsium penggarap blok tersebut.

Pemisahan produksi minyak dan gas merupakan salah satu syarat dari pemerintah sebelum penandatanganan kontrak pengelolalan Blok East Natuna. "Mereka (konsorsium) akan mulai dengan yang ada minyaknya dulu, baru nanti yang ada gas nya," ujar Luhut saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (6/12).

Luhut mengatakan, kedatangan Exxon kali ini memang untuk menjelaskan perkembangan penyusunan kontrak Blok East Natuna. Namun, masih ada poin yang belum disepakati, sehingga penyusunan syarat dan ketentuan dalam kontrak ini masih dibicarakan lebih lanjut.

(Baca juga:  Tanda Tangan Kontrak Blok East Natuna Mundur Akhir 2017)

Yang jelas, Luhut memastikan, pemerintah dan pihak kontraktor akan mencari jalan tengah agar bisa memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Di sisi lain, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Indonesia Erwin Maryoto mengatakan, perusahaannya bersama dengan anggota konsorsium lainnya yakni PT Pertamina (Persero) dan PTT EP Thailand telah menyerahkan usulan-usulan dalam  draf kontrak pada pemerintah.


Wilayah Kerja dan Proyeksi Lifting 2017

Namun, Erwin enggan menyebutkan detail usulan-usulan tersebut. "Ya kita masih menunggu dari pemerintahnya. Kita tunggu pemerintahnya untuk mengajak diskusi," ujar Erwin. 

Erwin menjelaskan, para pemimpin induk perusahaan Exxon ini akan datang dari Amerika Serikat dalam waktu dekat. Namun, Erwin enggan menjelaskan lebih lanjut terkait tujuan kedatangan para pimpinanya ini. Yang jelas, mereka akan melakukan safari ke pejabat-pejabat pemerintahan terkait.

(Baca juga:  SKK Migas Setujui 51 Pengembangan Lapangan Tahun Ini)

Sebelumnya, Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina Meidawati mengatakan, penandatanganan kontrak belum bisa terlaksana karena saat ini konsorium masih mengkaji teknik dan pemasaran (TMR)  dari hasil gas yang diproduksinya. Kajian ini untuk meminimalkan risiko dalam mengelola ladang gas tersebut.

Jadi, menurut Meida, para anggota konsorsium belum bisa menandatangani kontrak bagi hasil PSC East Natuna selama kajiannya belum rampung. "Belum bisa tanda tangan dalam waktu dekat, masih perlu pembahasan lebih lanjut antara konsorsium dan ESDM," kata dia kepada Katadata, beberapa hari lalu.

Selain itu, konsorsium juga masih membahas besaran porsi bagi hasil (split) yang akan diperoleh. Alhasil, penandatanganan PSC Blok East Natuna ditargetkan paling lambat pada kuartal IV tahun ini.

(Baca juga:  Melawat ke Jepang, Luhut Tawarkan Enam Proyek)

Sebagai informasi, potensi minyak di Blok East Natuna mencapai 36 juta barel (MMBO). Sedangkan volume gas di tempat yang ada di Blok East Natuna (OGIP) mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf). Meski memiliki kandungan karbondioksida (CO2) hingga 72 persen, cadangan gas yang ada di Blok East Natuna masih bisa mencapai 46 tcf.

Reporter: Miftah Ardhian