Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama

KATADATA/CNN Indonesia/Safir Makki/POOL
Sidang perdana kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di bekas Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).
Penulis: Yura Syahrul
13/12/2016, 13.09 WIB

Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang perdana atas kasus dakwaan penodaan agama di bekas Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12). Diselingi isak tangis, dia membacakan nota keberatan alias eksepsi di depan hakim Dwiyarso Budi Santiarto.

Ahok didakwa atas pernyataannya saat acara kunjungan kerja semasa masih menjabat Gubernur Jakarta di Kepulauan Seribu, 27 September lalu. Jaksa menuntut Ahok bersalah melakukan penodaan agama Islam karena mengaitkan dengan Surat Al Maidah ayat 51.

Dalam nota keberatan sepanjang delapan halaman yang dibacakannya sendiri, Ahok menegaskan tidak bermaksud menodakan agama. Sambil terisak, Ahok menceritakan pengalaman pribadinya dan keluarganya untuk memperkuat penegasan tersebut.

Berikut ini isi lengkap nota keberatan Ahok:

Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,

Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum dan Para Hadirin yang saya hormati,

Pertama-tama saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.

Berkaitan dengan persoalan yang terjadi saat ini, dimana saya diajukan di hadapan sidang, jelas apa yang saya utarakan di Kepulauan Seribu,  bukan dimaksudkan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama. Namun ucapan itu, saya maksudkan, untuk para oknum politisi, yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada.

Ada pandangan yang mengatakan, bahwa hanya orang tersebut dan Tuhan lah, yang mengetahui apa yang menjadi niat pada saat orang tersebut mengatakan atau melakukan sesuatu. Dalam kesempatan ini di dalam sidang yang sangat Mulia ini, saya ingin menjelaskan apa yang menjadi niat saya pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu tersebut.

Dalam hal ini, bisa jadi tutur bahasa saya, yang bisa memberikan persepsi, atau tafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang saya niatkan, atau dengan apa yang saya maksudkan pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu.

Majelis Hakim yang saya muliakan.

Ijinkan saya untuk membacakan salah satu Sub-judul dari buku saya, yang berjudul “Berlindung Dibalik ayat suci” ditulis pada tahun 2008. Saya harap dengan membaca tulisan di buku tersebut, niat saya yang sesungguhnya bisa dipahami dengan lebih jelas, isinya sebagai berikut, saya kutip :

Halaman: