Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati khawatir, konsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi menambah jumlah masyarakat kelas menengah sehingga menjadi pasar narkoba yang empuk.
Ia menyoroti perkembangan pasar narkoba di Tanah Air yang tak juga surut. Hal itu terlihat dari penindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hingga November ini, Ditjen Bea dan Cukai telah mengamankan 1 ton narkoba dari total 223 kasus. Angka ini meningkat pesat dari perolehan tahun 2015 yakni 599,7 kilogram narkoba dari 176 kasus, serta 2014 yakni 316 kilogram narkoba dari 219 kasus.
"Ini ancaman nyata mengingat kita terus menjadi pasar dari narkoba," kata Sri saat konferensi pers pencegahan penyelundupan narkoba yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Gedung BNN, Jakarta, Jumat (18/11).
Ia pun menegaskan, Ditjen Bea dan Cukai sebagai unit di bawah Kemenkeu akan terus menjalin sinergi terutama dengan BNN dalam melakukan penindakan. Hal ini penting untuk membentengi Indonesia dari penyelundupan narkoba. "Ini fungsi yang harus dilakukan selain Bea Cukai meningkatkan penerimaan negara," ujarnya.
(Baca juga: Di Forum Dunia, Sri Mulyani Jamin Tax Amnesty Bebas Dana Ilegal)
Pada Selasa lalu (15/11), Ditjen Bea dan Cukai bersama dengan TNI dan BNN telah mengamankan 100,6 kilogram sabu serta 300.250 butir happy five dari pergudangan di Kosambi, Tangerang. Dari penggerebekan tersebut diamankan satu tersangka berkewarganegaraan Taiwan berinisial YJ.
Sedangkan Komandan Polisi Militer (Danpom) TNI Mayor Jenderal Dodik Wijanarko mengatakan, dua pelaku lainnya yakni satu anggota TNI berinisial ZA serta HCHL ditembak mati. ZA masih bertugas di kesatuan Wing 1 Korps Pasukan Khas TNI AU Halim.
Narkoba tersebut diselundupkan dari Taiwan dengan cara disembunyikan pada furniture berupa sofa. "Ini cukup berbahaya karena pelaku memiliki senjata api," kata Sri Mulyani.
Kepala BNN Budi Waseso menjelaskan, jaringan Taiwan ini merupakan satu dari 72 jaringan narkoba yang telah beroperasi lama di Indonesia. Adapun transaksi per satu jaringan bisa mencapai Rp 1 triliun. "Bayangkan bisa mencapai Rp 72 triliun untuk seluruh jaringan," katanya.
Budi mensinyalir, jaringan ini melakukan aktivitas pencucian uang untuk memutar modal. Untuk itu, pihaknya akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyelidiki kasus ini lebih jauh.