Jika dihitung sejak Januari hingga Oktober lalu, realisasi produksi gas sudah  mencapai 7.963 mmscfd. Angka ini lebih tinggi dari target dalam APBNP 2016 yang hanya 6.440 mmscfd. Jika ditotal, produksi migas pada Oktober 2016 mencapai 2.269  juta barel minyak ekuivalen per hari (boepd).  

Direktur Pengendalian Operasi SKK Migas Muliawan mengatakan, produksi migas secara teknis bisa turun karena pada Oktober lalu ada pemeliharaan dari gas lift compressor di Total E&P Indonesie. Fungsi gas lift compressor adalah mengalirkan gas ke sumur-sumur minyak. "Selama perbaikan, sumur minyak yang menggunakan gas lift compressor tidak dapat diproduksikan,” ujar dia.

(Baca: Cadangan Baru Minim, Produksi Gas Susut Tujuh Tahun Terakhir)

Tren penurunan produksi minyak ini menjadi sorotan SKK Migas. Pada 2050 mendatang, produksi minyak diperkirakan hanya 86 ribu barel per hari (bph) karena kondisi sumur yang tua. (Baca: Pertamina Gandeng Perusahaan Patungan Garap Lapangan Minyak Tua)

Begitu juga dengan gas. Jika tidak menemukan cadangan yang signifikan, produksi gas pada 2030 akan merosot menjadi 729 bsmph. Adapun, pada 2050, lapangan migas yang ada hanya menghasilkan gas bumi sebesar 199 bsmph.

Halaman: