Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan skema kerja sama baru di revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Hal ini untuk memberikan keleluasaan kepada investor dalam memilih skema yang akan dipakai.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan skema kontrak bagi hasil yang diterapkan di Indonesia sudah diadopsi dan dimodifikasi oleh negara lain seperti Malaysia dan Aljazair. Tapi, ke depan tidak menutup kemungkinan ada skema kerja sama baru selain bagi hasil. (Baca: Pemerintah Siapkan Skema Baru Kerja Sama Migas).
Ada beberapa masukan yang diterima pemerintah dalam menentukan opsi skema kerja sama. Salah satunya sistem gross revenue. Sistem ini masih menggunakan sistem kontrak seperti bagi hasil. Bedanya, dalam kontrak ini tidak ada cost recovery atau penggantian biaya operasi hulu migas.
Artinya, kontraktor mendapatkan bagi hasil langsung tanpa terlebih dulu dipotong cost recovery. Tapi skema ini, menurut Wiratmaja, belum final. "Kami lagi membahas mana positif dan negatifnya dari kerja sama tersebut," kata dia usai rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Teguh Pamudji sebelumnya juga pernah mengatakan rencana pemerintah menerapkan sistem baru. Selain kontrak bagi hasil dan gross revenue, pemerintah memiliki opsi skema konsensi. (Baca: Guru Besar UI: Sistem Royalti Migas Tidak Langgar Konstitusi).
Dengan konsesi, investor akan diberikan izin oleh pemerintah untuk mengelola lapangan migas, bukan lagi kontrak. Tapi, Teguh mengakui sistem ini masih menjadi perdebatan di dunia akademisi. Misalnya, seputar pemegang hak kelola tambang. “Mereka menganggap konsesi itu seolah-olah sumber daya alam itu diserahkan kepada si badan usaha, tapi sebetulnya tidak seperti itu,” ujar dia.
Adanya opsi skema kerja sama yang baru diharapkan menggairahkan investasi. Dari data SKK Migas sepanjang Januari hingga Agustus tahun lalu terlihat nilai investasi di blok migas yang berstatus eksploitasi sudah mencapai US$ 9,3 miliar. Dalam periode yang sama tahun ini, nilainya hanya US$ 7,2 miliar.
Tidak hanya itu, realisasi investasi di blok eksploitasi juga masih di bawah target rencana kerja dan anggaran perusahaan yang sudah ditetapkan. Adapun target investasi hingga akhir tahun di blok eksploitasi mencapai US$ 14,1 miliar. (Baca: Investasi di Blok Eksploitasi Turun 22 Persen dari Tahun Lalu)