Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berencana mengaudit para vendor atau subkontraktor minyak dan gas bumi (migas). Tujuannya untuk menekan cost recovery atau biaya pengganti kegiatan operasional migas kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, ada tiga langkah yang sudah disiapkan untuk mengendalikan cost recovery. Pertama, mengintegrasikan vendor yang ada di industri hulu migas dengan sistem Synchronize and Integrated Vendor Data Base (SIVD).  (Baca: Amankan Anggaran, Jokowi Minta Kendalikan Cost Recovery Migas)

Saat ini, menurut Amien, masing-masing vendor harus mendaftar ke KKKS. Namun, proses itu tidak perlu dilakukan dengan sistem SIVD. “Jika memakai sistem ini cukup daftar sekali, bisa dipakai semua KKKS,” katanya saat ditemui di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (19/9).

Salah satu penyebab tingginya biaya di industri migas adalah satu perjanjian atau kontrak yang harus memakai jasa beberapa vendor. Padahal, ada sekitar 3.000 vendor yang melayani 288 KKKS yang beroperasi di Indonesia.

Penggunaan sistem SIVD ini juga dapat melakukan verifikasi vendor yang betul-betul baik di bisnis migas. “Jadi transaksi antara mereka ini harus lebih efisien,”  kata Amien. (Baca: BPK Temukan Penyimpangan Cost Recovery ConocoPhillips dan Total)

Langkah kedua adalah SKK Migas akan mengkaji ulang ketaatan kontraktor migas dalam proses pengadaan, terlebih dalam penerapan Pedoman Tata Kerja Nomor 007/SKKKO0000/2015/SO. Aturan ini berisi tentang pedoman pengelolaan rantai suplai kontraktor kontrak kerjasama.

Ketiga, SKK Migas akan mengaudit para vendor. Amien mengatakan, saat ini sudah ada empat auditor independen yang bersedia bekerjasama untuk melakukan proses tersebut.

Audit ini untuk memastikan apakah para vendor taat terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atau setidaknya The Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). “Kalau diaudit begitu maka vendor tidak akan mengeluarkan uang macam-macam terkait kontrak. Kontrak kalau tidak ada macam-macam kan bisa efisien,” ujar Amien.

Tapi, dia memprediksi, realisasi cost recovery hingga akhir tahun nanti akan lebih tinggi dari target yang sudah ditentukan sebesar US$ 8 miliar. Sementara itu, jumlahnya pada tahun depan diperkirakan akan mencapai US$ 11,77 miliar. “Tapi itu belum dibahas dengan Komisi VII DPR,” kata Amien. (Baca: Penerimaan Seret, Menkeu Waspadai Kenaikan Cost Recovery)

Sebelumnya, dalam rapat terbatas  kabinet pada Jumat pekan lalu (16/9), Presiden menginstruksikan pengendalian dana cost recovery. Tujuannya menjaga anggaran negara tahun ini di tengah seretnya penerimaan.