Kemungkinan kembalinya Arcandra Tahar menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) semakin besar setelah pemerintah meneguhkan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Namun, langkah tersebut dianggap berpotensi akan memicu perdebatan hukum dan politik.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, peneguhan status WNI dan kemungkinan Arcandra kembali diangkat menjadi menteri merupakan dua hal yang berbeda. Sebab, pengangkatan kembali Arcandra sebagai menteri tidak akan selesai hanya dengan penafsiran hukum maupun politik.

Menurut dia, persoalan akan kembali muncul karena Arcandra sebagai menteri akan menandatangani banyak dokumen negara. Padahal, status kewarganegaraannya sempat menjadi perdebatan yang berujung pada keputusan Presiden Joko Widodo mencopot Arcandra sebagai Menteri ESDM pada 15 Agustus lalu.

(Baca: Wapres JK Nilai Arcandra Berpeluang Jabat Lagi Menteri ESDM)

“Saat ada ruang kosong seperti ini, orang akan memperkarakan (keputusannya sebagai menteri) di persidangan,” kata Zainal kepada Katadata, Kamis (8/9). Karena itu, dia menyarankan pemerintah agar segera memperbaiki Undang-Undang Kewarganegaraan beserta peraturan perundang-undangannya dengan mempertimbangkan masukan dari diaspora Indonesia.

Sinyal bakal kembalinya Arcandra menjadi Menteri ESDM sudah disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Ada pasti (kemungkinan Arcandra kembali menjabat Menteri ESDM)," ujarnya, Kamis (8/9). Kemungkinan itu muncul setelah kepastian status WNI Arcandra. (Baca: Menteri Arcandra Tersandung Kabar Status Warga Negara Amerika)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengisyaratkan, Presiden Joko Widodo akan menunjuk Menteri ESDM yang definitif dalam sepekan ke depan. Bahkan, Luhut menyebut Presiden sudah memiliki calon yang akan mengisi posisi tersebut.

Menurut Luhut, dia tidak akan lama lagi merangkap jabatan sebagai Pelaksana tugas (Plt) Menteri ESDM. "Ya kira-kira segitulah (seminggu lagi). Capek juga gue," katanya, Rabu (7/9).

(Baca: Menteri Hukum Pastikan Arcandra Kini Masih Berstatus WNI)

Pernyataan itu bersamaan dengan pengumuman Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengenai status kewarganegaraan Arcandra dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR, Rabu (7/9) kemarin. Ia menjelaskan, Arcandra sudah kehilangan kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) berdasarkan dokumen Certificate of Loss of the United States tanggal 12 Agustus lalu.

Keputusan itu telah disahkan oleh Department State of the United States of America dan dikonfirmasi melalui surat dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia bertanggal 31 Agustus lalu.

Di sisi lain, Kementerian Hukum dan HAM menilai Arcandra tetap menjadi WNI hingga saat ini. “Setelah dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi, Arcandra tetap menjadi WNI sesuai dengan prinsip perlindungan maksimum dan non-apatride stateless,” kata Yasonna. Keputusan status WNI Arcandra disahkan melalui surat Menteri Hukum dan HAM pada 1 September lalu.

Status WNI

Menurut Zainal, kasus Arcandra bukanlah hal baru, seperti kasus para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang kehilangan kewarganegaraan karena tidak melakukan perpanjangan. Dalam kasus hilangnya kewarganegaraan yang dialami TKI, pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan kewarganegaraan karena negara tidak boleh membiarkan seorang pun menjadi stateless. Jadi, pemerintah bisa melakukan hal sama untuk Arcandra.

Mengacu UU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan beserta peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaannya, ada dua model penetapan kewarganegaraan. Pertama, naturalisasi. Negara bisa memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada orang asing yang berprestasi, dengan persetujuan politik dari DPR.

(Baca: Arcandra Berpeluang Menjabat Kembali Menteri ESDM)

Kedua, model biasa yang mensyaratkan seseorang tinggal di Indonesia selama lima tahun. Melalui model ini, diperlukan pernyataan pribadi bahwa seseorang menyampaikan niatnya untuk pindah menjadi WNI. “Arcandra saat ini posisinya stateless, kehilangan WNI dan kewarganegaraan AS,” ujar Zainal.

Selain itu, ada dua kondisi yang menyebabkan seseorang kehilangan statusnya sebagai WNI. Pertama, adanya laporan pihak lain kepada kementerian. Kedua, atas permintaan sendiri.

Namun, Zainal menilai Arcandra tidak dalam dua kondisi tersebut. Kementerian Hukum dan HAM baru melakukan verifikasi setelah menerima laporan. Berdasarkan peraturan, verifikasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada terlapor. “Apakah Anda mau melepas kewarganegaraan Anda? Apakah Anda yakin? Ada tanya jawab seperti itu,” katanya. (Baca: Jokowi Copot Arcandra, Luhut Jadi Plt Menteri ESDM)

Persoalannya, pertanyaan-pertanyaan ini belum pernah diajukan kepada Arcandra. Jadi, Zainal menilai kondisi Arcandra saat ini berada di luar koridor peraturan perundang-undangan. "UU Kewarganegaraan dan peraturan perundang-undangan terlalu terbatas dan membutuhkan perbaikan."

Meski begitu, Zainal menekankan, negara memag tidak boleh membiarkan seorang pun stateless karena Indonesia menganut paham melindungi siapa saja dan di mana saja. "Bagaimana pun juga, Arcandra adalah warga negara Indonesia," katanya.