Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat produksi siap jual (lifting) minyak pada Agustus 2016 mencapai 817 ribu barel per hari (bph). Pencapaian ini lebih rendah 2,3 persen dari bulan sebelumnya yang sebesar 836.370 bph. Begitu pula lebih rendah dari target dalam APBN Perubahan 2016 yang sebesar 820 ribu bph.

Sementara itu, produksi minyak hingga Agustus ini mencapai 834 ribu bph. Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas Muliawan menjelaskan, pencapaian yang lebih rendah tersebut karena beberapa blok migas mengalami penurunan alamiah. Secara total, rata-rata penurunan produksi secara alamiah  tiap tahun sekitar 20-25 persen. Belum lagi, ada beberapa  proyek migas yang tertunda akibat harga minyak yang rendah.

(Baca: Lifting Migas Juli Telah Lampaui Target APBN-P 2016)

Untuk mengatasi penurunan secara alamiah itu, SKK Migas meminta beberapa kontraktor melakukan kegiatan seperti program kerja ulang dan perawatan sumur. Dengan begitu, target lifting minyak dalam APBNP 2016 dapat tercapai pada akhir tahun nanti. 

Produksi minyak nasional saat ini masih ditopang oleh Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, yang tidak mengalami penurunan alamiah. Bahkan, ExxonMobil berencana meningkatkan produksi di lapangan tersebut hingga 200 ribu bph. 

Namun, permintaan tersebut masih dikaji oleh SKK Migas.  Sebab, rencana peningkatan produksi itu dapat menimbulkan tambahan biaya investasi. Kebutuhan tambahan biaya itu untuk memodifikasi fasilitas produksinya lantaran bakal melebihi kapasitas terpasang. (Baca: Exxon Usulkan Produksi Blok Cepu 2017 Naik Hingga 200 Ribu Barel)

Sedangkan fasilitas produksi di Blok Cepu hanya 185 ribu bph. “Kalau produksi di atas itu harus dimodifikasi. Ada biaya tambahan,” kata Muliawan.

Untuk meningkatkan produksi, pemerintah harus mengkaji aspek subsurface atau kandungan yang ada di dalam permukaan tanah terlebih dahulu. Pembahasan ini perlu melibatkan beberapa ahli. 

Keputusan meningkatkan produksi ini juga perlu mempertimbangkan penerimaan negara. Apalagi, saat ini harga minyak masih rendah dan skema yang dipakai ExxonMobil di Blok Cepu berbeda yakni Dynamic Sliding Scale berdasarkan harga minyak. (Baca: Dalam 6 Bulan, Realisasi Pengeboran Sumur Migas Minim)

Jadi, jika harga minyak di bawah US$ 45 per barel, maka bagian ExxonMobil akan lebih besar dibandingkan negara. “Jadi kami perlu mempertimbangkan mana yang optimum untuk negara juga. Itu amanahnya,” kata dia.