Investasi proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar yang dikelola Chevron Indonesia berpeluang turun dari perhitungan awal. Biaya yang awalnya diperkirakan US$ 12 miliar, bisa berkurang menjadi US$ 6,5 hingga 7 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penurunan angka investasi ini berasal dari perhitungan Arcandra Tahar saat menjadi Menteri Energi. Ketika itu, Arcandra pernah bertemu dengan Chevron Indonesia sebagai operator proyek tersebut. (Baca: Percepat Proyek, Menteri ESDM Panggil Bos Perusahaan Migas).
Dalam pertemuan tersebut, Arcandra menanyakan struktur biaya yang sudah Chevron bikin untuk proyek IDD di Selat Makassar. Dari struktur tersebut ada biaya-biaya yang terkoreksi, sehingga menyebabkan investasi bisa turun. “Karena pak Candra paham dan dia punya contoh di mana-mana. Ada benchmark-nya, “ kata Luhut di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis, 18 Agustus 2016.
Tapi, menurut Luhut angka tersebut belum begitu detail, sehingga masih bisa berubah. “Jadi bisa lebih atau kurang lagi dari itu,” kata dia. (Baca: SKK Migas Minta Chevron Segera Perbaiki Proposal IDD).
Sementara itu, manajemen Chevron Indonesia belum mau berkomentar mengenai hal tersebut. Senior Vice President Strategic Business Support Chevron Yanto Sianipar enggan menjawab pesan yang disampaikan Katadata melalui layanan Whatsapp, Kamis (18/8).
Proyek IDD untuk Lapangan Gendalo dan Gehem di Selat Makassar sebenarnya sudah mengantongi persetujuan PoD dari BP Migas -nama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas ketika itu- pada 2008. Namun setelah tahap Front End Engineering Design (FEED) pada 2013, biaya yang dibutuhkan proyek ini meningkat hampir dua kali lipat, dari sekitar US$ 6,9 menjadi 12 miliar.
Untuk itu perlu ada revisi proposal PoD. Dalam proses itu, Chevron sudah dua kali menyampaikan revisi proposal IDD untuk Gendalo dan Gehem. Namun saat revisi proposal itu diserahkan, pemerintah selalu menolaknya. Pertama, proposal tersebut tidak lengkap secara adminstrasi.
Kedua, Chevron meminta insentif yang tidak ada dalam kontrak, yakni credit investment. Investment Credit merupakan hak untuk meminta ganti rugi kepada pemerintah dengan persentase tertentu atas nilai investasi yang berhubungan langsung dengan pembangunan fasilitas produksi suatu proyek. Nilai investment credit Proyek IDD yang diminta sebesar 240 persen.
Menurut Djoko Siswanto yang saat itu menjabat Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi, investment credit tersebut seharusnya tidak lebih dari 100 persen. Ketentuan ini tetap sama meskipun proyek IDD merupakan proyek laut dalam yang memiliki risiko lebih besar. (Baca: Chevron Tak Bisa Pakai Investment Credit untuk Proyek IDD).
Investment credit yang terlalu besar tersebut membuat pembengkakan dana investasi yang harus dikeluarkan oleh Chevron. Jika investment credit di bawah 100 persen, investasi yang harus dikeluarkan Chevron tidak akan mencapai US$ 9 miliar.