PT Pertamina mempertanyakan keseriusan Saudi Aramco dalam pengembangan Kilang Dumai, Sumatera dan Balongan, Jawa Barat. Kejelasan ini diperlukan untuk mempercepat pelaksanaan dua proyek pengolahan minyak tersebut.
Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan perjanjian kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Saudi Aramco sebenarnya sudah selesai November 2015. Kemudian diperpanjang hingga November 2016. (Baca: Saudi Aramco Mulai Revitalisasi Kilang Cilacap Akhir 2016).
Untuk mempertanyakan keikutsertaan Saudi, Pertamina pun sudah mengirimkan surat. “Ini sedang kami tanya sama Saudi Aramco, serius tidak. Karena ini mau kami percepat,” kata dia kepada wartawan, kemarin.
Saudi Aramco dan Pertamina memang sudah memiliki perjanjian kerja sama untuk beberapa kilang minyak. Pertama, penambahan kapasitas Kilang Dumai, Riau 140.000 barel per hari menjadi 300.000 barel per hari. Kedua, Kilang Balongan dari 100.000 barel per hari menjadi 350.000 barel per hari. Ketiga Kilang Cilacap dari 270.000 barel per hari menjadi 370.000 barel per hari.
Ketiga kilang ini merupakan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) selain Plaju. Kilang Balongan nantinya mengolah minyak mentah, produk Bahan Bakar Minyak (BBM), non-BBM, dan Petrokimia. Sementara Dumai hanya menghasilkan produk BBM dan non-BBM. (Baca: Adu Kuat Perusahaan Minyak Arab dan Rusia di Kilang Tuban).
Pertamina juga memiliki proyek kilang baru yakni di Bontang, Kalimantan Timur dan Tuban, Jawa Timur. Kapasitanya masing-masing 300.000 barel per hari (bph). Kilang Tuban akan bekerja sama dengan perusahaan migas asal Rusia, Rosneft, sementara kilang Bontang masih dalam kajian pasar untuk lelang.
Dengan kapasitas saat ini ditambah kilang baru Tuban, Bontang, dan RDMP, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor BBM pada akhir 2023. Kemudian ada perkiraan konsumsi BBM kembali meningkat hingga 2,6 juta barel per hari (bph) pada 2030. Pertamina akan menambah dua kilang baru lagi yang masing-masing berkapasitas 300 ribu bph.
Untuk membangun dua kilang anyar itu, Pertamina sedang mencari lokasi lahan yang tepat. Ada beberapa tempat yang menjadi kandidat yakni di wilayah regasifikasi Arun di Aceh; wilayah Karimun, Kepulauan Riau; dan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). (Baca: Pertamina Cari Lokasi untuk Bangun Dua Kilang Baru).
Untuk menunjang proyek kilang tersebut, Pertamina membutuhkan pasokan minyak mentah. Saat ini, dengan kapasitas kilang sebesar satu juta barel per hari (bph), sekitar 40 persen atau 350 ribu bph kebutuhan minyak mentah berasal dari impor.
Ketika kilang RDMP telah beroperasi, Pertamina juga segera mencari sumber pasokan minyak mentah lain, termasuk dari Iran atau Arab Saudi. "Karena sampai sejauh ini, kami belum bisa mengolah minyak jenis sour. Itu kenapa selama ini kami impor, karena kilang kami tidak bisa mengolah minyak mentah domestik yang berjenis sweet," ujar dia.