Tutup Konvensi IPA, Investor Didorong Eksplorasi di Laut Dalam

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
27/5/2016, 19.48 WIB

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja menutup Konvensi Asosiasi Industri Migas Indonesia (IPA) yang ke-40. Dalam penutupan agenda tahunan pelaku migas Indonesia itu, Wirat berpesan agar industri migas bergerak dengan cepat untuk menggali potensi di Indonesia Timur.

“Ayo kita bergerak ke laut dalam. Ini sebagai prinsip bahwa negara kita negara maritim yang sesuai dengan visi Pak Presiden,” kata Wirat dalam penutupan Konvensi IPA ke 40 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat, 27 Mei 2016. (Baca: Gelar Konvensi Terbesar, Asosiasi Migas Soroti Harga Minyak Rendah).

Menurut dia, potensi laut dalam Indonesia belum banyak terkuak karena aktivitas eksplorasi minim. Akibatnya, potensi laut dalam Indonesia masih sedikit peminat dibandingkan dengan laut dalam di luar negeri seperti di Meksiko dan Laut Utara.

Di sisi lain, persentase tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) laut dalam masih rendah di Indonesia, yakni di bawah 20 persen. “Kalau tidak salah, di atas 20 persen itu sudah aktraktif (kembangkan laut dalam),” kata dia. (Baca: Ubah Paradigma, Sektor Migas Diharapkan Jadi Penggerak Ekonomi).

Selama perhelatan akbar migas ini, yang digelar selama tiga hari, ada dua isu besar. Pertama, mengenai fleskibilitas kebijakan fiskal untuk mendorong kegiatan industri migas agar lebih aktraktif. Kedua, pergeseran paradigma dalam industri migas di mana energi menjadi motor menggerak perekonomian yang memberikan efek ganda bagi masyarakat. 

Saat ini pemerintah memang sedang menyiapkan sejumlah insentif agar investasi migas laut dalam di Indonesia bisa lebih kompetitif. Salah satunya dengan memperpanjang masa eksplorasi bagi laut dalam.

Biasanya, pemerintah memberikan jatah waktu kepada kontraktor untuk melakukan eksplorasi paling lama 10 tahun. Ke depan, masa eksplorasi akan ditambah menjadi 15 tahun. (Baca: Pemerintah Rancang Desain Baru Pengelolaan Hulu Migas).

Insentif lainnya berupa perubahan split (bagi hasil) yang lebih besar untuk kontraktor migas di area tersebut. Porsi bagi hasil tersebut sering dikeluhkan investor. Hal ini pula salah satu yang menyebabkan usaha migas di dalam negeri dianggap kurang menarik.

Berdasarkan riset Wood Mackenzie, Indonesia menjadi negara dengan porsi migas pemerintah paling besar kedua dari 10 negara. Indonesia mengambil porsi migas pemerintah hingga 81 persen, lebih tinggi satu persen dari Malaysia, dan empat persen dari Norwegia.