Inpex Corporation hingga kini belum menentukan lokasi pembangunan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat. Meski begitu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said meminta Pemerintah Provinsi Maluku mengawasi sejak dini proses pengadaan lahannya. Tujuannya menghindari munculnya praktik percaloan tanah dalam proyek tersebut.
“Tapi sebagai persiapan, bagus juga pemerintah daerah menjaga supaya tanahnya tidak dipakai sarana percaloan,” kata Sudirman di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/5).
Saat ini, Inpex selaku operator Blok Masela bersama Shell memang masih mengkaji keputusan pemerintah yang menetapkan skema pengembangan kilang di darat (onshore). Setelah itu, Inpex baru akan menyusun proposal rencana pengembangan atau plan of development (PoD) dan menentukan lokasi pembangunan kilang darat di Provinsi Maluku.
Sambil menunggu kajian Inpex, menurut Sudirman, pemerintah akan menyiapkan beberapa opsi lahan untuk Proyek Masela. Langkah ini setidaknya untuk menjaga agar harga tanah tidak melambung tinggi. Jika harga tanah terus melonjak akan membuat investor khawatir, sehingga tidak ada manfaat yang bisa diperoleh. (Baca: Pemerintah Undang Investor Asing Bangun Industri di Blok Masela)
Selain lahan, pemerintah bakal menyiapkan sumber daya manusia (SDM). Bahkan, sejak April lalu, pemerintah sudah bekerjasama dengan Universitas Pattimura untuk melakukan pelatihan terhadap para dosen.
Sudirman menyatakan, berbagai persiapan untuk memberikan kenyamanan kepada investor sehingga Proyek Blok Masela dapat segera berjalan. “Tanpa kesediaan investor, tidak akan ada proyek di sana. Jadi bagaimana caranya pemerintah daerah beserta aparatnya dan pemerintah pusat bersahabat dengan investor,” ujar dia.
Di sisi lain, Sudirman belum mengetahui jadwal pengajuan revisi proposal PoD Blok Masela. Meskipun Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sebelumnya mengungkapkan, Inpex akan mengajukan proposal revisi PoD itu pada Juni 2019 . Penundaan pengajuan proposal tersebut tidak mengurangi komitmen Inpex menggarap proyek Blok Masela hingga berkahirnya masa kontrak tahun 2028. (Baca: Kemenko Maritim Ancam Inpex Segera Garap Proyek Masela)
Pemerintah juga memiliki beberapa skenario pemanfaatan gas Blok Masela. Gas tersebut nantinya akan diolah menjadi gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dan gas alam terkompresi atau Compressed Natural Gas (CNG), serta digunakan untuk industri petrokimia. Hal ini dengan mempertimbangkan skenario harga minyak dan gas bumi serta masa produksi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, skenario pertama adalah masa produksi Blok Masela bisa mencapai 71 tahun dengan catatan 541 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas akan digunakan untuk LNG, 300 mmscfd untuk industri petrokimia, dan 60 mmmscfd CNG. Dengan asumsi harga minyak US$ 60 per barel dan harga gas US$ 6 per mmbtu, tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) bisa mencapai 16,45 persen.
Sementara dalam skenario kedua, masa produksi akan lebih pendek yakni hanya 47 tahun. Penyebabnya, volume gas untuk petrokimia dinaikkan menjadi 700 mmscfd, sementara alokasi untuk industri lain masih sama dengan skenario pertama. Dengan asumsi harga migas sama dengan skenario pertama, IRR masa produksi 47 tahun akan lebih besar yakni 21,42 persen. (Baca: Bentuk Komite, Pemerintah Godok Opsi Pengembangan Masela)
Namun Sudirman enggan menanggapi mengenai rapat tersebut. Menurutnya itu adalah kewenangan dari Rizal Ramli selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. “Rapat itu tugas Menteri Koordinator untuk mengkoordinasikan oleh karena itu kita kirim SKK migas dan Dirjen migas,” ujar dia.