Terungkapnya dokumen Panama Papers yang memuat daftar kepemilikan perusahaan cangkang di negara-negara suaka pajak, telah menyeret banyak nama tokoh dan pejabat publik dunia, salah satunya Indonesia. Setelah nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis, kali ini, Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan yang ikut terseret.
Seperti dikutip dalam majalah Tempo (edisi 25 April - 1 Mei 2016) Luhut dikabarkan memiliki perusahaan cangkang bernama Mayfair International Ltd di negara suaka pajak (tax havens) Republik Seychelles, Afrika Timur. Dengan adanya tuduhan tersebut, Luhut pun segera membantahnya. Dia mengaku sama sekali tidak terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang terungkap dalam Panama Papers.
"Saya tidak pernah terlibat di dalam itu (Panama Papers). Saya tidak tahu Mayfair International Ltd. itu," ujar Luhut saat memberikan keterangan di Kantor Menkopolhukam, Jakarta, Senin (25/4). (Baca: Panama Papers Dorong Negara Maju Waspadai Kejahatan Pajak)
Luhut mengatakan dirinya sangat memegang nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Dia juga mengklaim merupakan salah satu orang yang taat dalam melakukan kewajibannya sebagai warga negara, yaitu membayar pajak. Tidak pernah terpikirkan sedikit pun terpikir dalam benaknya untuk melakukan penggelapan pajak. Apalagi dengan membuat perusahaan cangkang di luar negeri untuk menghindari pajak. Bahkan, dia mengaku tidak memiliki satu pun perusahaan di luar negeri.
Untuk mempertegas pernyataannya, dia menyebutkan alamat rumahnya berbeda dengan alamat yang tercatat di Panama Papers. Dalam dokumen yang terungkap di Panama Papers, Mayfair International Ltd beralamat di Kawasan Mega Kuningan Nomor 11. Sedangkan rumah Luhut Nomor 18. (Baca: Dikabarkan Masuk Panama Papers, Menteri Rini: Bawa Buktinya!)
Luhut mengaku baru mengetahui bahwa perusahaan cangkang itu baru berdiri tahun 2006. "Kenyataannya, pada tahun 2006 saya belum memiliki uang, jadi untuk apa saya mendirikan perusahaan seperti itu," ujarnya. Setelah dilakukan penyelidikan, lanjut Luhut, ada dugaan bahwa bisa saja perusahaan itu dibuat tanpa sepengetahuan dirinya. "Untuk membuat perusahaan cangkang seperti itu tidak diperlukan tanda tangan saya."
Berdasarkan pemberitaan Tempo, nama luhut dalam Panama Papers terungkap pada empat berkas. Berkas tersebut memuat akta pendirian Mayfair, penunjukan Luhut sebagai direkturnya, dan saham yang dimiliki PT Buana Inti Energi dan PT Persada Inti Energi. Buana merupakan salah satu anak perusahaan Toba Sejahtera milik Luhut. Direktur Utama Buana pernah dijabat Luhut. "Kalau Toba (Toba Bara Sejahtera) memang perusahaan saya. Tapi yang disebut di situ kan persada-persada (Persada Inti Energi), itu saya tidak tahu. Saya tekankan sekali lagi saya tidak pernah punya perusahaan di luar negeri," ujarnya.
Dia mengakui bahwa pemegang saham Persada Inti Energi, Elizabeth, pernah bekerja sebagai direkur keuangan di salah satu perusahaannya. Namun Elizabeth telah diminta mengundurkan diri pada 2008, karena tidak menjalankan perusahaan dengan prinsip keterbukaan. Sejak saat itu, Luhut mengaku tidak pernah lagi memiliki hubungan dengan Elizabeth.
Luhut sebenarnya tidak merasa terganggu dengan isu mengenai dirinya yang dikaitkan dengan Panama Papers. Namun, kemunculannya di halaman depan majalah Tempo pekan ini dianggap merugikan dirinya. Alasannya, sampul majalah itu mengesankan dirinya seolah-olah telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, utamanya dalam merugikan negara. Untuk itu, Luhut akan melihat dulu sejauh mana perkembangan kasus ini dan tetap membuka kemungkinan untuk melakukan penuntutan. “Kita lihat nanti,” ujarnya. (Baca: Istana: Tidak Semua Uang di Panama Papers Hasil Kejahatan)
Sejak diangkat menjadi pejabat negara pada 31 Desember 2014, Luhut mengaku telah melepas semua jabatan di perusahaan yang dimilikinya dalam Grup Toba. Saat ini, perusahaan-perusahaannya dikelola oleh orang-orang yang profesional dan dia sudah tidak lagi aktif. Dia juga mengaku telah melaporkan semua kekeayaannya Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) secara transparan.
"Perusahaan cangkang tersebut (Mayfair International Ltd.) tidak masuk dalam LHKPN, karena saya tidak merasa memiliki atau menjadi bagian dari perusahaan itu. Selain itu saya tidak pernah menerima apapun dari perusahaan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia mulai pada awal April lalu. Data yang bersumber dari bocoran informasi milik firma Mossack Fonseca ini menyangkut 11,5 juta dokumen daftar kliennya dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak.
Sejumlah nama politisi, bintang olahraga, dan selebriti yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan cangkang di luar negeri tercatat dalam dokumen tersebut. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte. Perinciannya, ada 4,8 juta e-mail, 3 juta database, 2,1 juta dokumen PDF, 1,1 juta foto, 320 ribu dokumen teks, dan 2.000-an file lainnya.
Sekitar 899 lebih individu dan pengusaha Warga Negara Indonesia (WNI) dikabarkan memiliki perusahaan cangkang di Panama. Salah satu nama yang terseret dalam Panama Papers adalah Harry Azhar Azis. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini mengakui punya perusahaan cangkang di British Virgin Island dengan nama Sheng Yue International Limited. (Baca: Ketua BPK: Saya Sudah Jual Sheng Yue 1 Dolar Hong Kong)