KATADATA - Pemberlakuan kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN sejak awal 2016 telah memicu serbuan tenaga kerja asing ke Indonesia. Selama Januari tahun ini saja, sekitar 25 ribu warga negara asing (WNA) masuk ke Indonesia untuk bekerja di berbagai sektor usaha.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) selama Januari lalu mencapai 814.303 orang. Mereka terbagi atas tiga jenis kunjungan. Pertama, wisatawan reguler sebanyak 740.570 orang atau naik 2,19 persen dari bulan sama 2015. Kedua, WNA yang masuk melalui Pos Lintas Batas sebanyak 35.741 orang atau naik 2,53 persen.
Ketiga, yang paling menarik, WNA yang berkunjung ke Indonesia kurang dari setahun mencapai 37.992 orang pada Januari lalu. Dari jumlah tersebut, yang tujuannya bekerja paruh waktu mencapai 25.238 orang. Angka tersebut melonjak 69,3 persen dibandingkan Januari 2015. Bahkan, jika dibandingkan Desember tahun lalu, jumlahnya meningkat 73,46 persen.
“(Kenaikan) ini dalam rangka menghadapi MEA,” kata Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (1/3). BPS mencatat, para pekerja paruh waktu itu melakukan pekerjaan di bidang konstruksi, konsultan, instruktur, dan lain-lain.
(Baca: Hadapi Pekerja Asing, Bank Mandiri Bangun Kampus Baru)
Bahkan, dia memperkirakan, jumlah pekerja asing paruh waktu itu yang masuk ke Indonesia itu akan terus meningkat hingga Maret ini. Suryamin meminta agar pemerintah mengantisipasi tren serbuan tenaga kerja asing tersebut.
Sebelumnya, Ekonom Bank Central Asia David Sumual juga mewanti-wanti dampak MEA terhadap neraca perdagangan. Ia memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun ini bakal meningkat menjadi 2,5 sampai 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain dipicu oleh impor bahan baku seiring digenjotnya pembangunan infrastruktur, defisit juga didorong oleh pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Terbukanya delapan jenis pekerjaan bagi WNA melalui MEA akan membebani neraca jasa dan pendapatan yang kerap defisit. Profesi tersebut, yakni insinyur, arsitek, akuntan, dokter gigi, praktisi medis, perawat, tenaga pariwisata, dan tenaga survei.
(Baca: Pemerintah Yakin Sinergi BUMN Mampu Menghadapi MEA)
Di sisi lain, para pekerja lokal harus bersaing lebih keras lagi dengan pekerja asing. Padahal, di tengah kondisi perlambatan ekonomi sejak tahun lalu, lapangan kerja makin terbatas, bahkan muncul tren pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Tren PHK menimpa berbagai sektor usaha, mulai dari industri minyak dan gas bumi, otomotif, elektronik, hingga perbankan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 48.843 pegawai mengalami PHK sepanjang tahun lalu. Sedangkan sejak awal tahun ini hingga 17 Februari lalu terjadi 1.564 kasus PHK. Kasus PHK terbanyak terjadi di DKI Jakarta, sedangkan berdasarkan sektor usaha menimpa para pekerja di sektor perdagangan, jasa dan investasi.
(Baca: PHK Sejak Awal Tahun 1.564 Pekerja, Terbanyak Sektor Perdagangan)
Namun, sumber Katadata di kalangan pengusaha mengungkapkan, sebenarnya jumlah PHK pada awal tahun ini jauh lebih besar, mencapai puluhan ribu orang. Sedangkan Deputi Bidang Statistik, Disbtribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo berpandangan jumlah PHK masih dalam batas yang bisa ditolerir. Dengan adanya sensus ekonomi 2016 semestinya angka pengangguran menurun. Sebab, sensus itu akan mencatat lapangan kerja baru dari investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) sehingga bisa mengompensasi pekerja yang mengalami PHK.
Di sisi lain, BPS mencatat penganguran terbuka pada Agustus 2015 mencapai 7,56 juta orang. Jumlahnya meningkat 6,18 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini didapat dari angkatan kerja yang naik menjadi 122,4 juta. Sementara penduduk yang bekerja hanya 114,8 juta.