Laba Anjlok, Shell Lanjutkan Program PHK 10 Ribu Karyawan

Arief Kamaludin|KATADATA
Both Shell di sebuah pameran di Jakarta. (Arief Kamaludin | Katadata)
4/2/2016, 18.02 WIB

Sementara itu, pada Oktober tahun lalu, manajemen Chevron Corporation juga melansir kabar rencana PHK sekitar 6 ribu hingga 7 ribu karyawannya terkait melempemnya kinerja perusahaan di tengah anjloknya harga minyak. Pada rilis yang diterbitkan Jumat lalu (29/1), Chevron mengumumkan laba tahun 2015 sebesar US$ 4,6 miliar atau anjlok hampir lima kali lipat dari tahun 2014.

“Pemasukan kami sepanjang 2015 anjlok tajam karena penurunan harga minyak mentah year-on-year,” ujar Chairman dan Chief Executive Officer Chevron John Watson. Demi mendongkrak pendapatan dan arus kas di tengah melemahnya harga minyak, Chevron memotong pengeluaran operasional dan modal hingga US$ 9 miliar. Kebijakan ini masih akan terus berlangsung tahun ini.

(Baca: Chevron PHK Ribuan Karyawan di Indonesia)

Kebijakan global perusahaan migas asal Amerika Serikat tersebut juga sudah menjalar ke Indonesia. Seperti diberitakan Katadata, PT Chevron Pacific Indonesia berencana melakukan PHK terhadap sekitar 1.500 karyawan atau 25 persen dari jumlah karyawan mulai Maret mendatang. Kebijakan ini ditempuh karena penggabungan operasional Chevron di Kalimantan dan Suamtera.

Sementara itu, nasib karyawan ExxonMobil masih lebih baik setidaknya sampai saat ini. Secara global perusahaan migas asal Amerika Serikat ini belum pernah melansir rencana PHK karyawannya. Meski begitu, seperti para sejawatnya, kinerja ExxonMobil dalam setahun terakhir juga melorot.

Chief Executive Officer ExxonMobil Rex W. Tillerson menyatakan kondisi keuangan perusahaan memang sedang diuji. “Meski kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya situasi yang menantang, kami tetap fokus pada fundamental bisnis, termasuk mengeksekusi proyek dan manajemen biaya yang efektif,” ujarnya. Namun, dia optimistis arus kas yang ada saat ini mampu menunjang investasi ExxonMobil.

Sepanjang 2015, laba ExxonMobil terpuruk hingga 50 persen menjadi US$ 16,2 miliar. Pengeluaran perusahaan untuk eksplorasi dan belanja modal juga turun 19 persen menjadi US$ 31,1 miliar. Tahun ini, ExxonMobil juga memotong alokasi belanja modal dan eksplorasi 25 persen menjadi US$ 23,2 miliar.

Mengutip data S&P Capital IQ, beberapa perusahaan raksasa migas multinasional melakukan efisiensi sejak tahun lalu lantaran anjloknya harga minyak. Jika dibandingkan dengan ExxonMobil, BP dan Shell, Chevron tercatat paling getol melakukan efisiensi.

Indikatornya adalah, biaya operasional Chevron dibandingkan belanja modalnya hanya 67 persen. Berbeda dengan BP dan ExxonMobil yang persentase biaya operasionalnya masih besar, yaitu masing-masing 98 persen dan 127 persen. Bahkan, Shell memiliki persentase biaya operasional terhadap belanja modal sebesar 139 persen.

Halaman:
Reporter: Maria Yuniar Ardhiati