KATADATA ? Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) mengingatkan pemerintah akan adanya ancaman krisis energi pada 2020. Saat itu, Indonesia tidak hanya menjadi net importir minyak, gas alam pun harus didapat dari luar negeri.
Krisis ini akan terjasi seiring meningkatnya konsumsi dan permintaan energi sedangkan produksi dan pasokan makin menurun. Ketua IATMI Bambang Ismanto mengatakan pemerintah harus memiliki terobosan-terobosan untuk menyelesaikan masalah krisis energi ini, termasuk meningkatkan produksi.
"Jika tidak, krisis energi bisa benar-benar terjadi," katanya dalam acara Simposium dan Kongeres Nasional ke 13 IATMI, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (3/12).
Salah satu langkah antisipasi yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan investasi di sektor minyak dan gas. Langkah ini diperlukan mengingat produksi minyak mengalami penurunan sebesar 3-5 persen sejak 2007.
Dalam meningkatkan investasi tersebut pemerintah harus mampu menciptakan iklim investasi yang baik. Selama ini industri menurut dia menemui hambatan dalam berinvestasi seperti pembebasan lahan, perizinan dan kepastian perpanjangan kontrak.
Pemerintah, kata dia, harus bisa memberikan kepastian hukum bagi investor dalam berinvestasi di dalam negeri. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga penting agar proses perizinan menjadi lebih cepat dan mudah. "Investor itu pilih tempat yang paling aman, modal cepat kembali dan keyakinan jangka panjang," ujarnya.
Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta pemerintah mempercepat proyek migas, sebagai antisipasi krisis energi. Deputi Pengendalian Perencanaan SKK Migas Aussie Gautama mengatakan percepatan proyek merupakan strategi jangka menengah untuk bertahan dari ancaman krisis. Sementara untuk jangka pendek adalah peningkatan lifting dan jangka panjangnya meningkatkan eksplorasi.
"Ini yang penting untuk kita bertahan," katanya di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (3/12).
Proyek-proyek investasi migas yang tertunda, akan membuat negara kehilangan potensi pendapatan. Dia mencontohkan proyek pengembangan gas laut dalam (Indonesia Deepwater Development /IDD) di Selat Makassar, Kalimantan Timur yang dikerjakan Chevron Indonesia Company.
Proyek IDD yang mundur selama dua tahun, membuat negara kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 5,1 miliar. Perhitungannya dari asumsi produksi yang dihasilkan proyek tersebut sebesar satu miliar kaki kubik per hari (billion cubic feet per day/BCFD), yang nilainya mencapai US$ 10 juta per hari. "Kalau dua tahun dikalikan saja, 70 persen bagian negara dan 30 persen bagian Chevron," ujarnya.
Menurut Aussie, SKK Migas sudah memiliki data proyek strategis sepanjang 2015 sampai 2020. Untuk 2015, ada proyek Banyu Urip Full Scale, Senoro, YY, Bukit Tua, Kepodang, Lapangan Area Matindok, dan South Mahakam Ph3.
Proyek migas 2016 antara lain Madura BD, IDD Bangka, MDA dan MBH, Blok A. Proyek 2017 yakni Ande-Ande Lumut, Jangkrik, Jangkrik E. Aussie mengatakan pada 2018 masih belum ada proyek migas. Adapun pada 2019 JTB dan 2020 adalah proyek IDD Gendalo Hub, IDD Gehem Hub, Abadi, Tangguh Train 3.