Rencana impor alat utama sistem pertahanan (alutsista) tak berhenti, meski ada imbauan dari Presiden Joko Widodo untuk menekannya. Terbaru, Indonesia berminat untuk mengakuisisi 15 jet tempur Eurofighter Typhoon milik Austria.
Mengutip Defense World, Senin (20/7), Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dikabarkan mengirimkan surat kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner, untuk menjajaki akuisisi 15 Eurofighter Typhoon.
"Untuk mencapai target saya dalam memodernisasi Angkatan Udara Indonesia, oleh karena itu, saya ingin mengusulkan untuk mengadakan perundingan resmi dengan Anda, untuk membeli semua 15 Eurofighter Typhoon dari Austria untuk Angkatan Udara Republik Indonesia," tulis Prabowo dalam suratnya, dilansir dari Defense World.
Spekulasi yang beredar, Austria bakal menyambut minat Indonesia mengakuisisi armada jet tempur Eurofighter Typhoon miliknya. Pasalnya, negara Eropa Tengah ini berencana mempensiunkan jet tempur ini, dan menggantinya dengan armada yang lebih efisien untuk kebutuhan pertahanan.
Austria membeli 15 jet tempur Eurofighter Typhoon senilai 2,3 miliar euro pada 2002 silam, untuk jenis pertahanan udara atau Tranche 1. Konsorsium Eurofighter sebelumnya sempat menawarkan upgrade jet tempur tersebut menjadi Tranche 2 atau 3, yang bakal meningkatkan kemampuan tempur. Namun, pemerintah Austria memilih tidak mengambil tawaran tersebut.
Mengutip laman resmi Eurofighter, jet tempur Typhoon merupakan pesawat yang dirancang untuk superioritas pertempuran udara. Tidak seperti F-16 yang merupakan tipe pencegat, Eurofighter Typhoon murni dirancang sebagai "Fighter" dan bisa difungsikan untuk serangan udara atau air to survace mission.
Dari segi kemampuan senjata, Eurofighter Typhoon mampu dipersenjatai dengan enam beyond-visual-range air-to-air missile (BVRAAM), yakni rudal jarak jauh. Kemudian, dua short range air-to-air missiles (SRAAM), untuk pertarungan jarak dekat, serta dilengkapi senjata mesin 27 mm. Persenjataannya bisa ditambah dengan empat bom yang dilengkapi pemandu laser, untuk serangan ke darat.
Indonesia sendiri tengah mencari jet tempur untuk melengkapi armada F-16 Block C/D yang berjumlah 23 unit. Pesawat ini diketahui merupakan bekas armada National Guard AS dan dibeli pada 2014 lalu.
Sebelumnya, Indonesia sempat melirik jet tempur asal Rusia, yakni SU-35 untuk melengkapi armada jet SU-27 dan SU-30 yang sudah dimiliki. Negosiasi sebenarnya sudah selesai pada 2018 lalu, namun Indonesia enggan menandatangani kontrak senilai US$ 1,14 miliar, karena khawatir bakal menghadapi sanksi dari AS.
Dua pekan lalu, Indonesia justru dikabarkan telah siap membeli delapan pesawat angkut militer dari AS jenis MV-22 Osprey senilai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 28,76 triliun (asumsi kurs Rp 14.384,95 per dolar AS).
Mengutip keterangan resmi Defense Security Cooperation Agency (DSCA), Senin (6/7), Kementerian Luar Negeri AS telah menyetujui potensi penjualan delapan MV-22 Block C Osprey beserta perlengkapan persenjataannya kepada pemerintah Indonesia sebagai bagian dari program Foreign Military Sale.
“Penjualan ini akan mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS, dengan meningkatkan kemampuan pertahanan negara mitra untuk menjaga stabilitas Asia-Pasifik. Sangat penting bagi AS, untuk membantu Indonesia mengembangkan kemampuan pertahanan yang kuat dan efektif,” tulis DCSA, dalam keterangan resminya.