Gubernur Ganjar Sulit Atur Jaga Jarak di Angkutan Kota

ANTARA/HO-Humas Pemprov Jawa Tengah
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turun dari bus tingkat Legacy SR2 Double Decker yang akan diekspor ke Bangladesh.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
22/7/2020, 22.24 WIB

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluhkan penerapan protokol kesehatan  dan aturan jaga jarak di dalam angkutan kota atau angkot. Padahal protokol tersebut bisa diterapkan pada sektor transportasi lain untuk mencegah penularan virus covid-19

"Sampai hari ini belum menemukan cara mengatur angkot," kata Ganjar dalam sebuah webinar, Rabu (22/7). Ia pun mengakui sulitnya menerapkan protokol di angkot.

Menurutnya, angkot merupakan transportasi unik lantaran tidak ada di negara lainnya. Oleh karena itu, ia bersama tidak bisa melakukan studi banding dengan negara lain.

Pihaknya pun telah berdiskusi dengan ahli transprotasi di Jawa Tengah namun belum menemukan titik terang. "Gimana caranya ya? Apa disuruh pakai mantel atau orang pakai hazmat?" ujar dia.

Meski begitu, ia mendorong penerapan kebiasaan baru di transportasi umum dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal tersebut telah diterapkan dengan baik di pesawat, kereta api, hingga Trans Jateng.

Khusus Trans Jateng, Ganjar memastikan penerapan protokol kesehatan dilakukan secara ketat. "Kalau tidak ikuti protokol, diturunkan. Kalau pengelola tidak ikuti ketentuan ini, kami pecat," katanya.

Sementara itu, para pengguna sepeda di Jawa Tengah justru masih menaati protokol kesehatan. Namun, hal ini berbeda dengan para pesepeda baru yang cenderung tidak menaati peraturan keselamatan jalan.

"Cyclist baru agak ugal-ugalan dari cara bersepeda, tidak bisa baris. Namun kami sampaikan cara bersepeda yang baik," ujar Ganjar.

Staf Khusus Menteri Perhubungan Wihana Kirana Jaya menambahkan, penerapan protokol kesehatan perlu diikuti dengan kerja sama dari berbagai pihak, baik dari pemerintah hingga masyarakat.

Terkait permasalahan angkot tersebut, ia menilai perlu pendekatan secara informal kepada masyarakat. "Angkot itu perlu pendekatan informal ke masyarakat pagubyuban, tokoh agama, dan lainnya," ujar dia. 

Oleh karena itu, diperlukan kerja sama untuk membagikan informasi hingga menentukan pembagian ongkos antara operator dan pengguna.  "Gimana duduk sama-sama untuk membahas hal tersebut," kata Wihana. 

Penulis/Reporter: Rizky Alika 

Reporter: Rizky Alika