Pemerintah bakal menambah program bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak Covid-19. Tujuannya agar anggaran perlindungan sosial bisa lebih cepat terserap.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebut program perlindungan sosial baru tersebut akan diimplementasikan pada bulan Agustus 2020. "Harapannya bisa diluncurkan sebelum nota keuangan," ujar Febrio dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (28/7).
Menurut Febrio, program itu nantinya akan menggunakan dana cadangan perlindungan sosial Rp 25 triliun. Dia membeberkan realisasi anggaran perlindungan sosial Covid-19 hingga 22 Juli 2020 baru mencapai Rp 78,12 triliun atau 38,31% dari pagu yang disediakan yakni Rp 203,91 triliun.
Dari pagu tersebut, sebesar Rp 164,26 triliun sudah masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sejumlah kementerian/lembaga terkait, sementara sisanya Rp 39,65 triliun belum masuk DIPA. "Sehingga realisasi terhadap DIPA sudah 47,56%," katanya.
Meski realisasi penyerapan anggarannya belum mencapai 50%, Febrio menilai program perlindungan sosial merupakan program yang paling cepat berjalan dan efektif selama pandemi. Hal ini terlihat dari realisasi anggaran yang paling terbesar dibandikan pos anggaran Covid-19 lainnya.
Maka dari itu, dia pun optimistis serapan anggaran perlindungan sosial bisa mencapai 100% hingga akhir tahun ini. "Karena ini memang pembayarannya bulanan ya jadi akan stand well," ujar dia.
Pemerintah mengalokasikan anggaran tertinggi dalam penanganan Covid-19 untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun. Anggaran ini diperuntukkan pembiayaan program keluarga harapan, sembako, bantuan sosial Jabodetabek dan non-Jabodetabek.
Selanjutnya, untuk bantuan langsung tunai dana desa, logistik/pangan, dan pra kerja. Pemerintah juga mengalokasikan untuk diskon listrik sebesar Rp 6,9 triliun. Realisasinya hingga 17 Juni 2020 dapat dilihat pada databoks berikut.
Secara perinci, realisasi anggaran kesehatan baru mencapai Rp 6,78 triliun, atau 7,74% dari pagu anggaran Rp 87,55 triliun. Dari pagu anggaran tersebut, sebanyak Rp 44,8 triliun telah masuk dalam DIPA sedangkan Rp 42,8 triliun belum masuk DIPA.
Febrio beralasan, anggaran yang belum masuk dalam DIPA utamanya digunakan untuk biaya penanganan Covid-19 lainnya. Nantinya, dana tersebut akan dimanfaatkan sesuai hasil review dan kebutuhan.
Selanjutnya, realisasi anggaran untuk sektoral & pemda baru mencapai Rp 6,97 triliun, atau 6,57% dari pagu Rp 106,05 triliun. Dari pagu tersebut sebesar RP 33,38 triliun sudah masuk DIPA namun masih ada RP 7267 triliun belum masuk DIPA.
Alasannya, anggaran yang belum masuk DIPA utamanya akan digunakan untuk cadangan perluasan. Adapun terdapat usul tambahan bansos produktif dan kegiatan penanganan lainnya dalam menggunakan anggaran sektoral & pemda yang beum masuk DIPA tersebut.
Untuk realisasi bantuan UMKM tercatat sudah Rp 30,21 triliun, atau 25,3% dari pagu Rp 123,47 triliun. Realisasi tersebut termasuk penempatan dana pada Himbara Rp 30 triliun serta sudah adanya pencairan tagihan subsidi bunga KUR dan non-KUR.
Kemudian, realisasi insentif usaha telah mencapai Rp 16,12 triliun, atau 13,34% dari pagu Rp 120,61 triliun. Kendati demikian, Febrio mengungkapkan bahwa pemanfaatan insentif perpajakan oleh pelaku usaha masih belum optimal. "Perlu sosialisasi yang lebih masif dan melibatkan stakeholders terkait," katanya.
Adapun anggaran pembiayaan korporasi belum terserap hingga saat ini. Pemeirntah mengalokasikan dana Rp 53,57 triliun untuk pembiayaan tersebut.
Febrio menjelaskan alokasi anggaran tersebut utamanya diberikan melalui penyertaan modal negara (PMN). Jika PMN sudah disalurkan, ia menilai realisasi pembiayaan korporasi akan otomatis langsung mencapai pagu anggaran. "Jadi kami tidak telalu khawatir mengenai realisasi ini," ujarnya.