Rencana pemerintah membuka kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah yang berada di wilayah zona kuning mendapat kritik. Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko khawatir kebijakan tersebut bisa memunculkan adanya klaster baru di sekolah selama pandemi corona.
"(Klaster corona baru di sekolah) akan besar sekali probabilitasnya," kata Tri kepada Katadata.co.id, Senin (8/10).
Tri mengatakan klaster baru berpotensi muncul karena sekolah di zona kuning masih memiliki risiko penularan virus corona yang besar, apalagi kegiatan belajar mengajar berlangsung di ruangan tertutup. Selain itu, Tri menilai sulit menjamin kepatuhan protokol kesehatan dari siswa, khususnya di tingkat SD dan SMP.
Tri menyarankan pemerintah belajar dari pengalaman pembukaan sekolah di berbagai negara lain, seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Di kedua negara tersebut, gelombang kedua corona muncul setelah pemerintahnya membuka kembali aktivitas sekolah yang berada di zona hijau. "Kalau sekolah dibuka di zona hijau saja ada gelombang kedua, apalagi kuning. Ini akan meningkat lagi," kata Tri.
Tri lantas meminta pemerintah untuk kembali memberlakukan pembelajaran jarak jauh untuk sekolah di zona kuning. Hal tersebut perlu dilakukan hingga tak ada lagi penularan corona di wilayah tersebut atau menjadi zona hijau.
Untuk kegiatan belajar mengajar sekolah zona hijau tetap dapat berlanjut dengan protokol kesehatan yang ketat. "Kalau nanti naik lagi (kasus corona di zona hijau, ya tutup lagi," kata dia.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menentang kebijakan pembukaan sekolah di zona kuning. Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, kebijakan tersebut dapat membahayakan kesehatan anak-anak. "KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama di masa pandemi saat ini," kata Retno.
Retno mengatakan, pembukaan sekolah di zona hijau saja sudah terbukti memunculkan penularan kasus baru, seperti di Pariaman, Sumatera Barat dan Tegal, Jawa Tengah.
Di Pariaman, ada satu guru dan satu operator sekolah yang terinfeksi corona. Padahal, proses pembelajaran tatap muka sudah berlangsung selama sepekan. "Begitu juga Tegal yang zona hijau. Ketika membuka sekolah ternyata ada satu siswa terinfeksi Covid-19, padahal sudah masuk sekolah selama dua pekan," kata Retno.
Retno mengatakan pemerintah seharusnya mengevaluasi terlebih dulu kebijakan pembukaan sekolah di zona hijau, ketimbang memperluasnya sampai ke zona kuning. Sebab berdasarkan pemantauan KPAI di 15 sekolah di Jawa Barat, Banten, DKI, hanya ada satu sekolah yang siap untuk menjalankan pembelajaran tatap muka, yaitu SMKN 11 Bandung.
Sementara 14 sekolah lainnya dianggap belum mampu menerapkan pembelajaran tatap muka. "Perlu ada evaluasi dahulu sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada pengalaman atau praktik di sekolah-sekolah atau daerah-daerah yang membuka sekolah di zona hijau," kata Retno.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memberi lampu hijau untuk memulai kembali pembelajaran tatap muka di sekolah yang masuk zona kuning corona. Keputusan ini diambil karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara berkepanjangan berdampak buruk bagi siswa.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi ketika sekolah di zona kuning mau memberlakukan pembelajaran tatap muka kembali. Menurut Nadiem, pembelajaran tatap muka tersebut harus mendapat persetujuan dari pemerintah daerah, dinas pendidikan setempat, kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua murid.
Pihak sekolah pun harus bisa menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, pihak sekolah wajib memberlakukan aturan pembatasan siswa. "Mau tidak mau dengan cara shifting dan kapasitas diturunkan secara dramatis," kata Nadiem.
Reporter: Dimas Jarot Bayu