Tunjangan Pulsa dan Insentif PNS Lain Saat Corona yang Menuai Polemik

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/foc.
Ilustrasi. Pemerintah berencana memberikan tunjangan pulsa Rp 200 ribu untuk PNS. Namun kebijakan ini dinilai kurang tepat, seperti halnya insentif lain untuk PNS selama pandemi virus corona.
26/8/2020, 13.25 WIB

Pegawai Negeri Sipil (PNS) di semua kementerian dan lembaga akan mendapat tunjangan pulsa Rp 200 ribu per bulan. Namun tunjangan ini menciptakan polemik seperti halnya insentif lain yang diterima PNS selama pandemi virus corona. 

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, tunjangan pulsa adalah salah satu upaya pemerintah mendorong realisasi belanja barang yang terkontraksi 17% year on year akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Selain itu, katanya, tunjangan ini menjadi dukungan bagi PNS yang selama pandemi harus bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dan mesti menggunakan internet. “Jadi kami memberikan dukungan kalau memang direalokasi dalam bentuk tunjangan pulsa,” kata Sri Mulyani, melansir Antara, Rabu (26/8).

Sri Mulyani menjelaskan, anggaran untuk tunjangan pulsa telah tersedia di pos belanja barang kementerian dan lembaga yang seharusnya diperuntukkan perjalanan dinas umum. Dana tersebut selama pandemi Covid-19 tidak terpakai.

“Itu yang kami sebut fleksibilitas APBN. Belanja barang yang tadinya diperkirakan berbagai aktivitas tidak berjalan, namun menimbulkan biaya baru. Kita bisa ubah dan mendukungnya agar tidak terjadi misalokasi,” katanya.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, selama ini sebetulnya sudah ada tunjangan pulsa bagi PNS sebesar Rp 150 ribu. Namun selama masa WFH kemudian diusulkan bertambah menjadi Rp 200 ribu.

“Pagunya pun akan berbasis dari pagu masing-masing kementerian dan lembaga. Jadi masing-masing akan merealokasi pagu sesuai dengan kebutuhan pegawai dan aktivitasnya untuk mendukung dari tunjangan pulsa ini,” katanya melansir Antara.

Pendapat berbeda disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mujahid. Ia menilai siswa atau pelajar yang sedang melaksanakan pembelajaran jarak jauh selama pandemi virus corona lebih membutuhkan tunjangan pulsa.

“Selain PNS masih banyak kelompok masyarakat yang memerlukan biaya untuk pulsa, yakni para sisswa dan orang tua siswa dari kelompok masyarakat tidak mampu untuk kebutuhan belajar jarak jauh,” katanya, Selasa (25/6) melansir CNNIndonesia.

Sodik menilai PNS masih tergolong kelompok masyarakat yang penghasilannya stabil selama pandemi virus corona. Sebaliknya, kelompok masyarakat lain masih banyak yang kehilangan pekerjaan dan membutuhkan bantuan pulsa.

Maka, kata Sodik, “pemberian pulsa bagi PNS bisa dilakukan jika sudah ada prioritas pemberian dana pulsa bagi siswa atau orang tua siswa.” Begitupun setelah bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang lebih miskin dari PNS terealisasi penuh.

Bantuan Lain yang Menciptakan Polemik

Sebelum insentif pulsa, pada 7 Agustus lalu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2020 yang mengatur PNS mendapat tunjangan gaji ke-13.  Insentif ini kemudian cair pada 10 Agustus 2020. Anggarannya mencapai Rp 28,82 trilun. Berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 14,83 triliun dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 13,09 triliun.

Namun, bantuan ini pun juga menciptakan polemik. Direktur Riser Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilainya kurang tepat dikucurkan di tengan pandemi virus corona. Mengingat bantuan ini tidak akan bisa mengerek konsumsi masyarakat secara signifikan, seperti halnya yang dimaksudkan pemerintah.

“Walaupun PNS mendapatkan insentif, saya memperkirakan konsumsi tidak akan kembali ke level normal. Meski mendapat dana atau gaji, minat untuk berkonsumsi itu rendah,” katanya kepada Katadata.co.id, (3/8).

Piter menjelaskan, kecenderungan PNS menyimpang uangnya setelah mendapat gaji ke-13 lantaran kondisi ekonomi belum menentu. Terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi dan virus corona belum bisa terkendali yang menghambat minat masyarakat berbelanja.

Sebaliknya, Piter menyebut pengendalian wabah sebagai kunci penting memberikan rasa aman bagi masyarakat. Dengan begitu mereka akan berani beraktivitas lagi dan daya belinya meningkat. “Kalau masih belum aman, ya siapa yang mau belanja?” katanya.

Reporter: Antara