Pemerintah tak hanya menangani virus Corona secara konvensional, melainkan juga dengan pendekatan digital melalui pengembangan sejumlah aplikasi berbasis big data dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Hal ini disampaikan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam webinar Katadata.co.id bertajuk The Power of Data: Data for Research and Innovation, Jumat (25/9).
Bambang mengatakan, salah satunya bernama Mobile Covid-19 Track. Aplikasi khusus dokter ini dilengkapi dengan fitur analisis sebaran dan pergerakan pasien Corona. Fitur lainnya adalah pengelolaan alat pelindung diri (APD) secara spasial. Sehingga, penggunanya bisa memitigasi risiko terpapar Covid-19 yang lebih besar.
"Jadi, ini tujuannya benar-benar untuk melindungi dokter, tapi tidak dengan dokumen yang banyak atau berlebihan. Cukup dengan aplikasi di handphone," kata Bambang.
Aplikasi lain bernama AI Deteksi Covid-19. Menurut Bambang, aplikasi ini bisa mendeteksi virus Corona menggunakan data-data kesehatan, seperti pencitraan medis ct-scan dan x-ray yang diolah AI. Begitu juga memiliki sistem pendukung keputusan berbasis knowledge growing system dan sistem geospasial epidomologi. Fitur ini memungkinkan masyarakat mengetahui kondisi kasus Corona di suatu wilayah secara aktual. Sehingga, mereka bisa mempertimbangkan dengan matang ketika ingin pergi ke suatu wilayah tertentu.
Bambang mengatakan, aplikasi tersebut juga dapat mencatat data tes Corona dari pemiliknya. Hal ini dinilai akan memudahkan masyarakat yang harus mengurus persyaratan bepergian saat pandemi. "Itu juga akan jauh lebih bagus dan lebih mudah bagi airline-nya atau kereta api untuk bisa menerima penumpang, daripada sekarang yang tergantung kepada dokumen," katanya.
Aplikasi selanjutnya bernama Multicenter Clinical Trial. Bambang mengatakan, aplikasi tersebut dikembangkan untuk mendukung manajemen, pengolahan data, pemantauan, dan audit uji klinis dengan satu center atau multiple center.
Dalam Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, aplikasi tersebut berperan memberikan ide dan obat yang diteliti dalam penanganan corona. Berfungsi juga memfasilitasi sinergi Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 dengan institusi terkait, seperti Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dan lainnya.
"Misalnya kita ingin mengecek di berbagai center, di berbagai rumah sakit dan fakultas kedokteran, apakah obat ini memang cocok dalam clinical trial untuk pasien Covid-19 di Indonesia. Tentu harus ada sharing information dan platformnya ini kita sediakan," katanya.
Kemenristek/BRIN ke depannya ingin membuat paspor kesehatan (health pass) terkait Covid-19 dengan AI dan big data. Melalui ini, masyarakat dapat mengetahui informasi kesehatan pribadinya dan data kesehatan orang lain di pelbagai wilayah. "Sehingga ketika kita bergerak kita bisa mengetahui bagaimana kondisi kita dan sekitarnya. Ini menurut saya sangat penting," katanya.
Selain pemerintah, sejumlah perusahaan teknologi, seperti Gojek, Telkom, dan Deloitte sudah menggunakan big data selama pandemi corona. Namun, tujuannya untuk meningkatkan pelayanan konsumen sampai pengembangan produk.
VP of Data Science Gojek Syafri Bahar mengatakan, pihaknya menggunakan big data untuk mengembangkan fitur pengantaran makanan tanpa kontak fisik (contactless), menu siap masak di GoFood, verifikasi wajah mitra pengemudi, hingga biometrik di GoPay.
Head of Data Telkom Komang B Aryasa menyatakan, perusahaannya menggunakan big data untuk memberikan penawaran paket data berlangganan pada layanan streaming atau video on demand (VoD). Sementara, Data Analytics Deloitte Tantiny Tanjung menyatakan big data membantu perusahaannya lebih mudah menyarankan sejumlah opsi bisnis kepada klien. Dengan begitu, proses konsultasi berjalan lebih efisien.
"Nah, dengan mengetahui apa saja value yang ingin ditangkap (klien), maka barulah kita membentuk rencana strategis, dan menangkap peluang lain untuk menghasilkan penghasilan baru," ujar Tantiny.