Sengkarut Data di Balik Salah Sasaran Subsidi Internet Pendidikan

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
Seorang Siswi menunjukkan pesan pemberitahuan mendapatkan kuota gratis dari Kemendikbud di SMP NU Al Ma'ruf, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (29/9/2020). Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan subsidi kuota internet gratis untuk siswa sebesar 35 GB dan guru mendapat 42 GB serta untuk dosen dan mahasiswa sebesar 50 GB selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) mulai September hingga Desember 2020.
2/10/2020, 11.32 WIB

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah memulai bantuan kuota data internet pendidikan untuk mendukung proses Pembelajaran Jarak Jauh selama pandemi Covid-19. Namun dalam pelaksanannya, subsidi yang diberikan kerap tidak tepat sasaran lantaran permasalahan data penerima.

Seorang lulusan Magister dari Universitas Indonesia yang enggan disebut namanya juga merasakan salah sasaran kuota ini. Wanita yang telah lulus sejak Februari 2020 ini masih mendapatkan bantuan subsidi kuota internet dari Kemendikbud. 

Informasi tersebut diketahui setelah ia menerima pesan notifikasi dari Telkomsel pada Rabu (30/9). Ia mengatakan hal serupa juga terjadi pada sejumlah rekan-rekannya yang telah lulus dari Universitas Indonesia.

"Bantuan yang diterima 5 GB kuota umum, dan 45 GB untuk aplikasi belajar seperti Google Classroom, Rumah Belajar, dan lainnya. Tidak berguna," ujar dia.

Kuota umum sebesar 5 GB juga disebutnya tidak bermanfaat lantaran ia sudah menerima fasilitas internet dari tempatnya bekerja. Dia juga tak mengetahui syarat mendapatkan bantuan. Selain itu, tidak ada informasi dari pihak universitas mengenai program ini.

Sementara, salah satu rekannya yang masih berkuliah di Universitas Terbuka justru belum mendapatkan bantuan dari Kemendikbud. "Seharusnya pendataan diperbaiki," ujar wanita berusia 28 tahun ini.

Kasus ini tak hanya terjadi pada dirinya. Beberapa waktu yang lalu, anggota Ombudsman Alvin Lie juga menerima bantuan kuota internet pendidikan dari Kemendikbud. Namun ia merasa tak berhak menerima bantuan tersebut.

"Saya bukan pelajar/ guru/ dosen yang berhak mendapat Kuota Internet," tulis Alvin melalui akun Twitter pribadinya, 22 September lalu.

Sedangkan Kemendikbud sempat menyatakan, Alvin Lie mendapatkan bantuan kuota internet lantaran dalam Pangkalan DataPendidikan Tinggi (PD Dikti), ia tercatat sebagai mahasiswa S3 di Universitas Diponegoro.

Namun Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Muhammad Hasan Chabibi akan mengevaluasi penerima subsidi data internet agar tepat sasaran. Pemeriksaan akan dilakukan mulai dari pengecekan data PD Dikti.

Menurutnya, syarat mahasiswa penerima bantuan kuota ialah berstatus aktif pada tahun akademik yang berjalan. Bila penerima subsidi wisuda pada awal September, kemungkinan besar perguruan tinggi belum mendata kelulusan mahasiswanya.

Ia menjelaskan daftar penerima seluruhnya diajukan oleh perguruan tinggi melalui Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). "Data kelulusan juga merupakan tanggung jawab dari perguruan tinggi," kata Hasan saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (2/10).

Dia juga menargetkan proses evaluasi akan selesai sebelum dimulainya periode pencairan subsidi bulan kedua, yaitu mulai 22 Oktober. Dengan demikian, penerima yang tak tepat sasaran dipastikan tidak kembali menerima bantuan.

Selain itu Kemendikbud juga berupaya untuk menarik kembali bantuan yang telah masuk ke nomor penerima yang tidak semestinya. "Ini sedang kami diskusikan dengan para provider," ujar Hasan.

Nadiem juga mengatakan akan menerapkan validasi di setiap satuan pendidikan. Mereka akan memastikan status pelajar dan guru penerima bantuan terlebih dulu. Lalu dicatat nama-nama penerimanya dan diserahkan kepada operator seluler.

Perusahaan telekomunikasi kemudian memastikan apakah nomor ponsel yang didaftarkan aktif atau tidak. "Jadi setiap siswa atau guru menerima satu dan sudah diverifikasi oleh operator seluler. Tidak ada yang ganda," kata Nadiem pekan lalu.

Beberapa syarat penerima subsidi kuota adalah terdaftar di aplikasi PD Dikti serta berstatus aktif dalam perkuliahan. Mahasiswa juga harus memiliki kartu rencana studi pada semester berjalan dan memiliki nomor ponsel aktif.

Adapun, bantuan bagi mahasiswa sebanyak 50 GB per bulan selama empat bulan tersebut terdiri dari 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar. Kuota umum merupakan kuota internet yang dapat digunakan untuk laman dan aplikasi apa saja.

Sedangkan, kuota belajar hanya dipakai untuk Google Classroom, Zenius, Rumah Belajar, Quipper, Cakap, Bahaso, AyoBlajar, Kippin School 4.0, Sekolahmu, Udemy, Duolingo, serta aplikasi online belajar dan portal e-learning kampus dan sekolah lainnya. 

Kemendikbud menargetkan, bantuan kuota kepada mahasiswa dapat diberikan kepada 5,15 juta penerima bantuan. Hingga akhir September, bantuan kuota telah disalurkan pada 2,06 juta mahasiswa, dengan rincian 60.281 mahasiswa vokasi dan mahasiswa akademi sebanyak 2 juta orang.

Adapun, anggaran keseluruhan kuota data internet pada tahun ini mencapai Rp 7,2 triliun. Anggaran tersebut mencakup subsidi kuota untuk peserta didik, pendidik, mahasiswa, dan dosen.

Kekacauan data ini tak hanya terjadi pada program subsidi kuota data internet. Program penyaluran bansos yang dilakukan pemerintah kerap salah sasaran kepada masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi cukup.

Oleh sebab itu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyarankan pembagian bantuan seharusnya dilakukan berbasis data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

"Data tersebut tinggal mempertautkan profil penduduk di mana pun dia berada," kata dia dalam Katadata Forum Virtual Series: Kunci Sukses Bantuan Sosial dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, Rabu (10/6).

Reporter: Rizky Alika