Tak Didesain Hadapi Pandemi, Pasar Tradisional Jadi Klaster Covid-19
Pasar tradisional menjadi salah satu klaster penularan Covid-19. Salah satu penyebabnya, penjual dan pembeli tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Kampanye Gerakan 3M, yakni menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun terus dilakukan.
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 17,32% responden mengaku bahwa pasar tradisional/pedagang kaki lima yang dikunjunginya tidak menerapkan protokol kesehatan sama sekali. Berikut hasil survei tersebut di Databoks:
Temuan serupa dikemukakan oleh Peneliti Psikologi Sosial Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy. Dalam risetnya di beberapa pasar di Jakarta, 90% pedagang dan pembeli di pasar tradisional telah mengenakan masker, namun hanya 53% yang memakainya dengan benar.
Dari wawancara yang dilakukannya, para pedagang itu mengaku tidak nyaman saat mengenakan masker. “Terutama saat mereka berkomunikasi dengan pembeli,” kata Dicky dalam Katadata Forum Virtual Series bertajuk ‘Tetap Pakai Masker di Pasar Tradisional’, pada Jumat (2/10).
Sedangkan, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto menyatakan bahwa pasar tradisional di Indonesia tidak didesain untuk menghadapi pandemi seperti Covid-19.
Bagaimana tidak, lorong-lorong pasar lebarnya hanya 1-2 meter. Sedangkan los antar-pedagang praktis tanpa jarak. Sedangkan ventilasi di gedung itu kurang memadai.
Kondisi itulah yang kemudian menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu klaster penularan virus corona. Ikatan Perdagangan Pasar tradisional Indonesia mencatat terdapat sebanyak 573 pedagang terinfeksi Covid-19.
Padahal, ada 13 ribu lebih pasar tradisional yang tersebar di seluruh Indonesia dan menampung lebih dari 12 juta pedagang. Yang kini dilakukannya adalah menggelar sosialisasi “Gerakan 3M kami sampaikan terus menerus,” kata Joko yang juga Campaign Director Gerakan Pakai Masker (GPM).
Cerita Sukses Pasar Salatiga
Tak semua sembrono, ada juga pasar yang dengan ketat menjalankan protokol kesehatan. Salah satunya adalah Pasar Pagi Salatiga di Jawa Tengah.
Seperti namanya, Pasar Pagi Salatiga hanya beroperasi pada dini hari, dari pukul 00.00 sampai 06.30 pagi. Pasar ini semula menempati lahan terbuka di depan Pasar Raya I, Salatiga.
Sebelum pandemi, Pasar Pagi Salatiga adalah lokasi yang padat. Lahan seluas 700 meter persegi ditempati oleh sekitar 900 pedagang.
Setelah pandemi, Dinas Perdagangan Kota Salatiga kemudian menggunakan ruas Jalan Jenderal Sudirman sepanjang 500 meter sebagai tempat berjualan. Dengan demikian, pedagang dapat berjualan dengan jarak antara 1-2 meter.
Selesai dengan jaga jarak, pengelola pasar juga menyediakan fasilitas cuci tangan. Pedagang dan pembeli pun ‘dipaksa’ mengenakan masker. Sebab tanpa masker, mereka dilarang masuk pasar.
Pengaturan ini didukung oleh Walikota Salatiga, Dinas Pehubungan, Satpol PP hingga kepolisian. “Kami mulai 27 April 2020 dan sampai sekarang alhamdulillah belum ada kasus positif Covid-19,” kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga Kusumo Aji, Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan