Menteri Edhy Tinjau Budidaya Udang di AS Sebelum Ditangkap KPK

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Penulis: Pingit Aria
25/11/2020, 09.10 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten pada Rabu dini hari. Edhy ditangkap sepulangnya dari kunjungan ke Amerika Serikat (AS)

"Benar, jam 01.23 dini hari di Soetta," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan informasi, istri Menteri Edhy ikut ditangkap oleh tim KPK. Sebelumnya, KPK membenarkan telah menangkap Edhy dan beberapa orang lainnya.

"Benar, kita telah mengamankan sejumlah orang pada malam dan dini hari tadi," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Edhy bersama beberapa orang yang ditangkap tersebut sudah berada di Gedung KPK, Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif. Namun, KPK belum memberikan informasi detil terkait kasus apa sehingga pihaknya menangkap Edhy.

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK mempunyai waktu 1X24 jam untuk menentukan status orang-orang yang ditangkap tersebut.

Kunjungan ke AS

Sebelumnya, Edhy mengunjungi Amerika Serikat, dalam rangka menyambangi Oceanic Institute di Honolulu, Hawaii. Kunjungan tersebut dilakukan untuk optimalisasi budidaya udang secara berkelanjutan di Indonesia.

"Selasa malam Pak Menteri bersama pendamping bertolak dan transit dulu di Korea Selatan. Alhamdulillah telah tiba di Los Angeles untuk transit menjalani tes pcr/swab sebagai syarat wajib masuk Hawaii," ujar Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agung Tri Prasetyo, Kamis (19/11) pekan lalu.

Ia memaparkan, Oceanic Institute (OI) di Honolulu, Negara Bagian Hawaii, merupakan organisasi penelitian dan pengembangan nirlaba yang fokus pada produksi induk udang unggul, budidaya laut, bioteknologi, dan pengelolaan sumber daya pesisir secara berkelanjutan.

Lembaga tersebut telah berafiliasi dari Hawai'i Pacific University (HPU) sejak tahun 2003 lalu.

Menurut Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar, KKP menjalin kerja sama dengan OI lantaran lembaga ini memiliki teknologi dan para ahli yang mumpuni di sektor budidaya berkelanjutan, khususnya spesies udang.

Target dari kerja sama tersebut, lanjutnya, adalah adanya transfer teknologi serta pendampingan teknis di bidang genetika udang dari OI.

Berikut adalah target ekspor udang KKP:

Selain itu, KKP berharap mendapatkan grand parent stock (GPS) vaname yang dapat menghasilkan induk-induk unggul, yakni tahan salinitas rendah, toleran terhadap penyakit, dan pertumbuhannya cepat.

Bahkan dengan potensi yang dimiliki, Indonesia berpeluang menghasilkan great grand parent stock (GGPS). "Dengan adanya transfer teknologi dalam menghasilkan induk udang unggul, artinya kita dapat mengurangi ketergantungan dari induk udang impor," kata Antam.

Melalui kerja sama dengan OI, sambung Antam, rencana KKP membangun broodstock center modern berskala internasional termasuk fasilitas Nucleus Breeding Center juga bisa lebih mudah karena diperlukan bantuan ahli dari segi ilmu genetika dan disain broodstock center.

Lebih jauh Antam menjelaskan, pengembangan budidaya udang nasional adalah arahan langsung Presiden Joko Widodo saat menunjuk Edhy Prabowo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain mengunjungi OI, Menteri Edhy akan bertemu dengan ABK asal Indonesia yang bekerja di Honolulu.

Ekspor Benih Lobster

Sejak dilantik sebagai Menteri KKP, Edhy Prabowo kerap disoroti terkait kebijakannya yang berbanding terbalik dari pendahulunya, Susi Pudjiastuti. Salah satunya adalah soal pembukaan kembali ekspor benih lobster. Koran Tempo melaporkan pembukaan ekspor benih lobster ini diduga melibatkan kader partai politik.

BACA JUGA

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi membuka kembali keran ekspor benur berdasarkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020. Regulasi ini membatalkan larangan ekspor benih lobster melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 56 Tahun 2016 oleh yang dibuat Susi Pudjiastuti.

KKP telah memberikan izin ekspor kepada 30 perusahaan yang di antaranya milik kader Gerindra, partai asal sang menteri. Bagaimanapun, Edhy menyatakan proses pemberian izin telah melalui prosedur yang melibatkan para ahli. Dia juga menegaskan perusahaan yang mendapat izin ekspor bukanlah kerabat atau keluarganya.

"Saya tidak peduli akan dihina seperti apa mengelola negeri, selama saya sangat yakin tujuan mulia untuk membela rakyat saya tidak peduli yang penting rakyat makan," kata Edhy dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Jakarta, Senin (6/7) lalu.

Reporter: Antara