Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa perjuangan untuk mempertahankan kesetaraan gender adalah suatu perjuangan yang masih panjang. Banyak studi yang menunjukan bahwa perempuan terhalang oleh berbagai hal, mulai dari keluargan hingga norma budaya.
Padahal, studi menunjukan bahwa apabila perekonomian memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki, maka perekonomian itu akan mendapatkan keuntungan dalam produktifitas yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik.
“Kalau negara memberi kesempatan yang sama kepada perempuan di dalam berpartisi di ekonomi, maka produktivitas negara itu akan meningkat nilainya bahkan mencapai 28 triliun atau 26 persen dari GDP dunia,” ucap Sri Mulyani dalam webinar Katadata bertema Menuju Planet 50:50 Kontribusi Bisnis pada Pencapaian SDG 5, Rabu (16/12).
Hal itu bisa terjadi hanya apabila negara tersebut memberikan kesempatan dan mendorong agar peranan perempuan makin besar di dalam perekonomian.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut membutuhkan persyaratan. Sebab, perempuan tidak sama seperti laki-laki. Secara biologis, perempuan lah yang akan menanggung proses reproduksi, paling tidak selama sembilan bulan.
“Belum pada saat dia harus merawat dan membesarkan putra putrinya. Ini yang menyebabkan perempuan tidak dalam posisi yang sama dengan laki-laki,” ungkap Sri Mulyani.
Maka dari itu, berbagai kebijakan harus bisa mengenali berbagai perbedaan kebutuhan tersebut tanpa menimbulkan diskriminasi.
“Kebijakan ini harus didesain agar halangan bagi perempuan menjadi seminimal mungkin. Sehingga, mereka bisa terus berpartisipasi secara maksimal baik dalam kehidupan keluarganya maupun di dalam pekerjaan dan kariernya. Ini lah yang menjadi pemikiran bagi kami untuk mendesain kebijakan publik yang mengenali pentingnya peranan atau kesamaan ekualitas gender ini,” beber Sri Mulyani.
Shinta Kamdani selaku Anggota Dewan Pembina IBCWE (Indonesia Business Coalition For Women Empowerment), mengungkapkan pentingnya kesetaraan gender di dunia kerja merupakan salah satu langkah untuk memperkecil celah ketidaksetaraan gender.
“Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan menjadikan beberapa indikator kesetaraan gender di dunia kerja sebagai bagian dalam standar sustainability report atau laporan keberlanjutan,” imbuh Shinta.
Dalam laporan The Global Gender Gap Index 2020 yang dirilis oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 85 dari 153 negara dengan skor 0.70. Angka tersebut tidak mengalami perubahan dari 2018.
“Dalam kurun 12 tahun, Indonesia berhasil mempersempit kesenjangan gender sebanyak kurang lebih delapan persenm terutama di bidang pendidikan dan kesehatan,” ujar Shinta.
“Namun, kesenjangan yang masih besar adalah dalam partisipasi dan kesempatan ekonomi serta pemberdayaan politik, juga masih menjadi faktor utama yang menghambat kemajuan Indonesia dalam mencapai kesetaraan gender,” lanjutnya.
Selain Sri Mulyani dan Shinta Kamdani, webinar Menuju Planet 50:50 Kontribusi Bisnis Pada Pencapaian SDG 5 juga dihadiri oleh Mr. Allaster Cox selaku Chargé d'Affaires kedutaan Australia, Inamo Djajadi selaku Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Nizma Fadilla selaku Monitoring, Evaluation, Learning IBCWE, Libby Lyon selaku Director of Workplace Gender Equality Agency Australia, Lany Harijanti selaku Country Program Manager GRI.
Juga hadir Harry Seldadyo Gunardi selaku peneliti dan pengajar di SDGs Analytic, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Atmajaya Jakarta, Amalia Adininggar selaku Kepala Sekretariat Nasional SDG BAPPENAS, Risa Effennita selaku Direktur Keuangan dan SDM Bursa Efek Indonesia, Andrie Darusman selaku Kepala Daya dan Komunikasi Perusahaan PT BTPN, dan Melanie Masriel selaku Direktur Komunikasi Hubungan Publik dan Berkelanjutan L’Oreal Indonesia.