Pemerintah resmi melarang seluruh kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut Front Pembela Islam atau FPI di seluruh wilayah hukum Indonesia karena secara hukum atau de jure, sejak 21 Juni 2019 FPI sudah tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas).
Terkait keputusan tersebut, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menyatakan bahwa pembubaran ormas merupakan kewenangan dari pemerintah.
“Karena merupakan bagian dari kewenangan yang diberikan kepada pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Ormas,” kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id, Rabu (30/12).
Menurut Cak Nanto, sapaan akrabnya, pembentukan ormas sesungguhnya sebagai wadah berkumpul demi mencapai tujuan bersama anggotanya, sebagai pengejewantahan dari kebebasan berkumpul dan berserikat yang dijamin pasal 28 UUD 1945.
Meski demikian, kebebasan berkumpul tersebut menurut pihaknya tetap harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, “dan tidak bertujuan untuk merusak tatanan bangsa, apalagi hendak melaksanakan kegiatan yang mengarah kepada disintegrasi dan terorisme”.
Oleh karena itu PP Pemuda Muhammadiyah mengimbau agar pembubaran tersebut tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 18-21 November 2020 terhadap 1.201 responden, sebanyak 69% responden mengetahui soal organisasi Front Pembela Islam (FPI). Sedangkan 31% lainnya menyatakan tidak pernah mendengar nama FPI.
Dari warga yang mengetahui, hanya 43% responden yang menyukai FPI. Ada 41% responden yang tidak suka dengan sepak terjang FPI selama ini. Sementara, 16% sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.
Seluruh Kegiatan FPI DIlarang
Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam pimpinan lembaga negara, sebagai organisasi yang secara de jure sudah bubar, maka seluruh kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI akan dilarang.
“Apabila terjadi pelanggaran, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan FPI,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, dalam jumpa pers secara virtual, Rabu (30/12).
Adapun poin-poin penting dalam SKB tersebut di antaranya:
- Menyatakan FPI sebagai organisasi yang tidak terdaftar sebagai ormas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai ormas.
- FPI yang secara de jure telah bubar, pada kenyataannya masih terus melakukan kegiatan yang mengganggu ketentraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.
- Melarang dilakukannya kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI dalam wilayah hukum NKRI.
- Apabila terjadi pelanggaran, aparat penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan FPI.
- Meminta kepada masyarakat untuk: a) tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan dan penggunaan atribut FPI. b) untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI.
- Lembaga negara yang melakukan penandatanganan SKB ini agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakkan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.
- Keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya, 30 Desember 2020.
Enam pimpinan lembaga negara yang menandatangani SKB tersebut yaitu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung Burhanuddin, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Kapolri Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar.