IDI Keluhkan Sulitnya Cari Donor Plasma Konvalesen untuk Pasien Corona

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Petugas PMI DKI Jakarta menunjukkan kantong berisi plasma konvalesen dari penyintas COVID-19 di Jakarta, Selasa (19/1/2021). IDI mengeluhkan masih minimnya pasokan plasma konvalesen untuk mengobati pasien Covid-19.
19/1/2021, 19.29 WIB

Terapi plasma konvaselen merupakan salah satu cara alternatif mengobati Covid-19. Namun, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengeluhkan minimnya pasokan darah untuk terapi tersebut.

Tak hanya plasma konvalesen, obat yang digunakan untuk pengobatan Covid-19 seperti Actemra juga dalam kondisi terbatas,  "Obat sejenis itu sekarang sangat dibutukan dan sering kosong. Plasma konvalesen juga sulit dicari," kata Daeng dalam webinar Lembaga Survei KedaiKOPI bertajuk Darurat Cegah 1 Juta Penderita COVID-19 Di Tanah Air, Selasa (19/1).

Mengutip laman resmi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), terapi plasma konvalesen dilakukan dengan memberikan plasma atau bagian darah mengandung antibodi dari orang yang telah sembuh kepada pasien yang sakit. 

Sementara, Actemra merupakan merek dagang dari obat Tocilizumab yang digunakan sebagai obat radang sendi (arthritis). Obat ini diproduksi oleh Roche Holding AG, perusahaan farmasi asal Swiss.

Dengan adanya keterbatasan, Daeng menilai pentingnya mendorong gerakan plasma konvalesen. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien Covid-19, terutama pada gejala ringan dan sedang.

Dia mengatakan dari 100% orang yang terinfeksi corona, sebanyak 80% lebih merupakan orang tanpa gejala dan pasien dengan gejala ringan. Selebihnya, pasien gejala sedang sebanyak 15% dan pasien bergejala berat 4%.

Oleh karena itu, pasien Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang perlu segera diobati agar tingkat ksembuhan semakin meningkat. Bila tidak ditangani segera, pasien bergejala ringan-sedang bisa mengalami gejala yang berat.

 Wakil Presiden Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu telah mencanangkan gerakan nasional donor plasma konvalesen. Seiring dengan hal tersebut, Palang Merah Indonesia (PMI) harus menambah jumlah outlet pengambilan plasma.

"Sekarang PMI ada 64 alat yang bisa melakukan pengambilan plasma, tersebar di 31 Unit Donor Darah (UDD)," kata Sekretaris Jenderal PMI Sudirman Said.

Dari 31 UDD, baru ada 18 UDD yang memiliki sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Ia pun mengatakan, PMI tengah mengebut sertifikasi CPOB tanpa mengurangi kualitas pelayanan.

Menurutnya, PMI bisa menampung 1.000 pendonor plasma konvalesen per bulan. Namun, saat ini banyak orang yang mengantre untuk mendapatkan stok plasma konvalesen. "Bahkan sejumlah pasien menjadi donornya sendiri," kata dia.

Ke depan, Sudirman berharap PMI bisa memperluas jaringan pelayanan di berbagai daerah. "Sehingga di manapun pasien donor bisa dilayani oleh PMI," kata mantan  Menteri ESDM tersebut.

Salah satu pejabat yang mendonorkan plasma konvalesen untuk pengobatan Covid-19 adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga mengatakan upaya ini merupakan cara lain selain vaksinasi untuk menaklukan SARS-CoV-2.

Ketua Umum Partai Golkar tersebut sekaligus mengakui bahwa dirinya pernah terkena Covid-19. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk menjadi pendonor plasma konvalesen untuk menolong pasien lain.

"Ini ungkapan rasa syukur saya, karena termasuk orang yang mampu bertahan dari serangan Covid-19," kata Airlangga dikutip dari Antara, Selasa (19/1). 

Reporter: Rizky Alika