Kembangkan Ekosistem Logistik, Luhut: Yang Menghalangi, Kita Buldozer

Menko Marves
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 secara virtual pada Senin (14/12).
Penulis: Muchamad Nafi
18/3/2021, 16.38 WIB

Pemerintah memacu pengembangan ekosistem logistik nasional agar distribusi barang dan jasa makin efisien. Satu proyek percontohan sudah diluncurkan yakni Ekosistem Logistik Batam atau Batam Logistic Ecosystem (BLE).

Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ingin agar delapan pelabuhan besar masuk ke national logistic ecosystem (NLE) ini. “Kita upayakan tahun ini delapan pelabuhan masuk sistem ini,” kata Luhut pada peluncuran Batam Logistic Ecosystem yang juga ditayangkan secara daring pada Kamis (18/03).

Ke delapan pelabuhan itu di antaranya Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Patimban Jawa Barat, dan Tanjung Emas Jawa Tengah. Selain itu ada Tanjung Perak Jawa Timur, Makassar Sulawesi Selatan, dan Belawan Medan Sumatera Utara.

“Kita mau tahun ini jadi. Pokoknya kita bisa. Siapa yang menghalangi, kita buldozerin,” kata Luhut.

Ekosistem logistik yang terintegrasi merupakan upaya pemerintah agar arus lalu-lintas lebih efisien sehingga mampu bersaing secara global. Menurut dia, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara biaya logistik Malaysia hanya sekitar 13 persen terhadap PDB mereka.

Dengan selisih sekitar 10 persen itu, investor akan berpikir dua kali untuk masuk dan menanamkan modal di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk menekan biaya logistik terus dilakukan. “Anda bayangin, kalau perdagangan itu banyak, beda 10 persen selisihnya, ngapain datang ke Indonesia untuk investasi? As simple as that saja,” ujarnya.

Batam Logistic Ecosystem merupakan bagian dari sistem ekosistem logistik nasional yang berfungsi merapikan dan menyederhanakan proses bisnis melalui layanan pemeriksaan terpadu. Di dalamnya ada single submission, layanan pelabuhan, dan perizinan. Pemerintah menargetkan, national logistic ecosystem bisa menekan biaya logistik menjadi 17 persen dari PDB pada 2024.

Tingginya biaya logistik di Indonesia memang kerap dikeluhkan banyak pelaku usaha. Karena itu pemerintahan Presiden Joko Widodo terus melakukan pembenahan. Dua tahun lalu, menurut Frost and Sullivan, Indonesia memiliki biaya logistik termahal di Asia, yakni 24 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Mahalnya biaya logistik terutama terjadi di Indonesia bagian timur. Hal ini disebabkan tidak meratanya pembangunan infrastruktur di beberapa daerah. Meskipun begitu, usaha pemerintah membangun infrastruktur selama bebrapa tahun terakhir cukup membantu mengurangi kesenjangan di daerah-daerah tersebut.

 

Negara Asia lain yang memiliki biaya logistik tinggi adalah Vietnam, Thailand, dan Tiongkok. Secara berturut-turut biaya logistik Vietnam mencapai 20 % PDB, Thailand 15 %, dan Tiongkok 14 %. Sementara itu, biaya logistik di Malaysia, Filipina, dan India 13 %, Taiwan dan Korea Selatan sebesar 9 %. Yang paling rendah yakni Singapura dan Jepang sebesar 8 %. 

Akibat kondisi tersebut, daya saing logistik Indonesia pun tertinggal di tingkat ASEAN. Berdasarkan data Bank Dunia, indeks performa logistik atau logistics performance index (LPI) 2018, Indonesia berada di level 3,15 dari skala 1-5. Semakin mendekati 5 mengindikasikan daya saing logistik suatu negara semakin baik, sebaliknya kian mendekati 1 semakin buruk.

 

Indeks daya saing logistik Indonesia berada di bawah Singapura (4,0), Thailand (3,41), Vietnam (3,27) serta Malaysia (3,22). Namun, dalam beberapa tahun daya saing Indonesia membaik, dan pada 2018 Indonesia berada di urutan ke-46 dunia yang merupakan terbaik sejak 2010.

Geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah. Pembangunan infrastruktur yang digalakkan, terutama konektivitas antar-daerah, diharapkan menjadi pendorong membaiknya daya saing logistik Indonesia.

Reporter: Antara