Kasus Covid-19 Tinggi, WNA dari India Dilarang Masuk RI Mulai 25 April

ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/AWW/sa.
Ilustrasi. India tengah dilanda gelombang kedua Covid-19 yang lebih parah dibandingkan tahun lalu. Tambahan kasus harian menembus 300 ribu.
23/4/2021, 14.11 WIB

Pemerintah memutuskan untuk memberhentikan sementara pemberian visa bagi warga negara asing (WNA) yang pernah tinggal atau mengunjungi India dalam kurun 14 hari belakangan. Kebijakan tersebut seiring melonjaknya kasus Covid-19 di Negeri Bombay ini .

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa ketentuan tersebut mulai berlaku pada Minggu, 25 April 2021. "Nanti sifatnya sementara dan akan terus dikaji ulang," ujar Airlangga dalam Media Gathering Perkembangan Perekonomian Terkini dan Kebijakan PC-PEN, Jumat (23/4).

Pengetatan turut dilakukan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang pernah tinggal atau mengunjungi wilayah India dan akan kembali dalam 14 hari. Ia menyebut, pintu yang dibuka bagi WNI dari India yakni Bandara Soekarno Hatta, Bandara Juanda, Bandara Kuala Namu, dan Bandara Sam Ratulangi.

Sementara jalur laut yang dibuka bagi WNI dari negara berpenduduk terbesar kedua dunia ini adalah Pelabuhan Batam, Pelabuhan Tanjung Pinang, dan Pelabuhan Dumai. Untuk darat, pintu yang dibuka yaitu Jalur Entikong dan Gerbang Malinau.

Ketua KPC PEN itu menjelaskan bahwa pengetatan kepada WNI dari India berupa karantina selama 14 hari di hotel khusus, menyertakan hasil tes PCR negatif 2x24 jam sebelum keberangkatan ke India dan hari pertama kedatangan, dan dilakukan tes PCR pada hari ke-13 pasca karantina. "Protokol ini diberlakukan untuk semua moda dan ketentuannya akan dilanjutkan dengan surat edaran Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan juga dari lembaga lain yang terkait dengan ini," ujarnya.

Menurut dia, restriksi perjalanan dari India tak hanya dilakukan di Indonesia. Beberapa negara yang sudah menerapkan kebijakan tersebut seperti Hongkong, Selandia Baru, Pakistan, Arab Saudi, Inggris, Singapura, dan Kanada.

Airlangga menegaskan bahwa perkembangan kasus corona di Tanah Air saat ini relatif terkendali dan membaik sejak pemberlakuan PPKM Mikro. Namun, seluruh pihak tetap harus mewaspadai kemungkinan adanya lonjakan setelah libur hari raya terutama dengan masuknya varian baru Covid-19.

Pemerintah melaporkan kasus corona di Indonesia bertambah 6.243 kasus pada Kamis (22/4). Dengan begitu, total kasusnya menjadi 1.626.812 kasus. Sebanyak 1.481.449 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh (91.06%) dan 44.172 orang meninggal dunia (2.72%), sementara sisanya masih menjalani perawatan.

Melansir CNBC, India mencatat lebih dari 314 ribu kasus baru pada Kamis (22/4) sehingga total kasus mencapai 15,9 juta sejak pandemi dimulai. Dalam 24 jam terakhir, tercatat 2.104 orang meninggal dunia sehingga total kematian mencapai 184.657 orang.

Tragedi gelombang kedua Covid-19  ini terjadi hanya selang dua bulan sejak negara produsen vaksin Covid-19 terbesar dunia ini bersuka ria karena berhasil mengendalikan penyebaran virus. Pemerintah yang tak memiliki persiapan karena mengira pandemi terburuk telah berakhir menimbulkan kemarahan warga.

Gelombang pertama infeksi Covid-19 di India memuncak pada September setelah karantina nasional tahun lalu pada akhir Maret hingga Mei yang memukul perekonomian negara tersebut. Kasus mulai meningkat kembali pada Februari akibat kerumunan besar dengan orang-orang tanpa masker berkumpul untuk festival keagamaan dan demonstrasi politik.

Para ahli mengatakan bahwa peningkatan pesat ini menunjukkan penyebaran Covid-19 yang lebih cepat pada gelombang kedua. Dr A Fathahudeen, yang merupakan bagian dari gugus tugas Covid di negara bagian Kerala, mengatakan kenaikan itu tak sepenuhnya tidak terduga.

India lengah ketika infeksi harian pada Januari turun menjadi kurang dari 20 ribu, dari puncaknya yang mencapai lebih dari 90 ribu pada September. Pertemuan keagamaan yang besar, pembukaan kembali sebagian besar tempat umum dan rapat umum pemilihan yang ramai disalahkan atas kenaikan tersebut. "Ada tanda-tanda peringatan di Februari tapi kami tidak bertindak bersama," kata Fathahudeen dikutip dari BBC.

Reporter: Agatha Olivia Victoria