Cek Fakta: Tidak Benar Covid-19 Bakteri yang Terpapar Radiasi

ANTARA FOTO/REUTERS/Phil Noble/hp/cf
Ilustrasi virus.
Penulis: Safrezi Fitra
4/5/2021, 17.00 WIB

Mengutip situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), who.int, penyakit Coronavirus (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus korona yang baru ditemukan.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus Covid-19 mengalami gejala penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang lanjut usia (lansia), dan mereka yang memiliki masalah medis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker berpotensi mengalami gejala yang lebih parah, hingga kematian.

Virus Covid-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau cairan dari hidung (droplet) saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin.

Terkait bakteri yang terpapar radiasi juga terkesan mengada-ada. Penjelasannya ada dalam artikel situs situs theconversation.com berjudul "No, 5G radiation doesn’t cause or spread the coronavirus. Saying it does is destructive".

Artikel ini menjelaskan radiasi dapat bersentuhan dengan kulit, misalnya saat kita meletakkan ponsel ke telinga untuk melakukan panggilan. Ini adalah saat kita paling terpapar radiasi non-ionisasi. Tetapi eksposur ini jauh di bawah tingkat keamanan yang direkomendasikan.

Radiasi 5G tidak dapat menembus kulit, atau membiarkan virus menembus kulit. Tidak ada bukti frekuensi radio 5G menyebabkan atau memperburuk penyebaran virus corona. Radiasi dan virus ada dalam berbagai bentuk yang tidak berinteraksi. Salah satunya adalah fenomena biologis dan yang lainnya ada pada spektrum elektromagnetik.

Mengutip Reuters, pembekuan darah yang terjadi pada pasien atau trombosis memang ditemukan pada beberapa pasien. Tapi, tidak bisa disimpulkan bahwa pasien Covid-19 meninggal hanya karena trombosis. Selain trombosis, sebagian besar pasien Covid-19 meninggal karena pneumonia dan gagal napas.

British Medical Journal (BMJ) menyatakan dokter melihat tingkat penggumpalan darah pada pasien yang sakit parah dengan Covid-19 sangat tinggi. Temuan itu menjelaskan "darah pasien COVID-19 sangat lengket" karena penyakit tersebut telah meningkatkan produksi faktor pembekuan hati.

Mengenai obat Covid-19 yang tersedia di apotek, Reuters menulis, obat antiradang seperti ibuprofen memang dapat membantu mengobati gejala Covid-19 seperti suhu tinggi. Sementara, antibiotik hanya bekerja melawan bakteri. Menurut WHO, antibiotik tidak bisa digunakan untuk pencegahan atau pengobatan Covid-19 disebabkan oleh virus.

Kesimpulan

Klaim bahwa Covid-19 bukan virus, melainkan bakteri yang sudah terpapar radiasi adalah keliru. Tidak pernah ada penjelasan dari lembaga resmi Rusia, seperti yang diklaim dalam pesan tersebut.

Narasi dalam pesan tersebut merupakan dari pesan-pesan bohong yang sudah pernah beredar sebelumnya, dengan menyebutkan sumber yang berbeda.

Halaman:

Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.