Penerima Vaksin AstraZaneca Meninggal, Ini Langkah Komnas KIPI & BPOM

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Petugas kesehatan menunjukkan vaksin COVID-19 AstraZeneca di Sentra Vaksinasi Central Park dan Neo Soho Mall, Jakarta Barat, Sabtu (8/5/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan mulai menggunakan vaksin AstraZeneca bagi warga yang baru akan divaksin atau mendapatkan dosis pertama vaksinasi.
Penulis: Agustiyanti
16/5/2021, 10.31 WIB

Seorang pemuda meninggal dunia sehari setelah melakukan vaksinasi AstraZaneca. Menanggapi kejadian tersebut, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini tengah menguji sterilitas dan toksisitas vaksin tersebut untuk membuktikan pengaruh imunisasi terhadap kematian pemuda tersebut. 

"Sekarang sedang diuji vaksinnya dari segi sterilitas dan toksisitas, apakah vaksin yang disuntikkan itu steril atau tidak. Kami juga cek apakah ada kandungan toksisitasnya atau tidak," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan Satari seperti dikutip dari Antara, Minggu (16/5).

Toksisitas adalah sifat suatu zat yang merusak bila dipaparkan terhadap struktur organisme, seperti sel atau organ tubuh. Sementara sterilitas diuji untuk mengetahui apakah vaksin tersebut bersih dari kuman atau mikroorganisme lain.

Hindra mengatakan, kajian terhadap kandungan vaksin sedang dilakukan oleh BPOM. "Uji BPOM biasanya dua sampai tiga pekan. Itu meliputi toksisitas dan sterilitas," ujarnya.

Komnas KIPI juga telah berupaya menginvestigasi  kejadian wafatnya pemuda bernama Trio Fauqi Virdaus usai menerima vaksin berdasarkan riwayat penyakit atau komorbid yang mungkin berkaitan dengan KIPI. Berdasarkan rekam medis dari pihak dokter yang pernah melayani Trio, Komnas KIPI menemukan ada penyakit kronis yang diderita. Namun, Hindra memastikan kejadian wafatnya penerima vaksin tidak dipicu oleh penyakit kronis tersebut.

"Kalau terkait penyakit kronisnya apa dan bagaimana, itu rahasia medis yang tidak bisa kami ungkapkan," katanya.

Menurut Hindra, investigasi terhadap kejadian yang dialami Trio bisa dinyatakan selesai apabila BPOM telah melaporkan hasil uji terhadap sterilitas maupun toksisitas dari vaksin yang disuntik kepada almarhum.

Namun, investigasi juga memungkinkan dapat berlanjut melalui proses otopsi jenazah almarhum dengan seizin keluarga. Proses outopsi jenazah, kata Hindra, diperlukan oleh Komnas KIPI menyusul ketiadaan data pendukung proses autopsi.

"Data yang dihimpun KIPI tidak ada sama sekali, sebab almarhum tiba di rumah sakit sudah wafat. Dokter juga tidak sempat memeriksa lebih jauh. Datanya tidak ada sama sekali," katanya.

Menurut Hindra, keluarga maupun Trio sebenarnya memiliki peluang untuk menjalani diagnosa medis saat terjadi keluhan penyakit.

"Almarhum mengeluh sehari sebelumnya sejak jam 15.30 WIB, lalu besoknya datang ke rumah sakit pukul 12.45 WIB sudah meninggal. Padahal kalau diperiksa cek laboratorium dan CT scan itu bisa, tetapi kami memeriksa saat jenazah sudah dimakamkan," katanya.

Komnas KIPI berencana mengonfirmasi keluarga almarhum terkait kesediaan mereka untuk membongkar makam untuk kepentingan autopsi. "Kami akan konfirmasi apakah keluarga mau. Nanti dokter forensik yamg autopsi. Itu masih memungkinkan, seperti kejadian-kejadian kriminal," ujarnya.

Trio Fauqi Virdaus, 22 tahun, meninggal dunia setelah menjalani vaksinasi AstraZeneca pada Rabu (5/5). Pemuda asal Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur yang bekerja di Pegadaian itu meninggal sehari setelah melakukan vaksinasi, Kamis (6/5). Sementara proses investigasi Komnas KIPI baru dimulai pada Jumat (7/5).

AstraZeneca tengah menunda pengiriman 50 juta dosis vaksin virus corona Covid-19 ke Indonesia karena gelombang kedua di India yang menjadi negara produsen terbesar vaksin tersebut. Alhasil, pengiriman vaksin akan dilaksanakan pada Juni 2021 hingga kuartal II-2022.