Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto terus memperjuangkan kelanjutan penelitian vaksin Nusantara. Ia bahkan memohon dukungan politik dari para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut disampaikan Terawan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Rabu (16/6). Dalam rapat tersebut, Terawan menilai semestinya tidak ada aturan yang menghalangi penelitian vaksin sel dendritik itu.
"Saya tidak butuh anggaran dari negara. Yang saya butuhkan good will, political will," kata Terawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (16/6).
Sebagaimana diketahui, pengembangan vaksin Nusantara sempat ramai karena Badan Pengawas Obat dan Makanan tak memberikan lampu hijau penelitian. Vaksin ini dianggap belum memenuhi empat persyaratan yakni uji klinik yang baik (good clinical practical), bukti dari konsep (proof of concept), praktik laboratorium yang baik (good laboratory practice), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Meski demikian polemik ini telah diselesaikan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
MoU itu menyepakati uji klinis vaksin Nusantara untuk keperluan pribadi pasien yang ingin mendapatkan vaksin dendritik itu. Namun layanan vaksinasi tersebut tidak boleh dikomersialisasikan secara massal, sehingga BPOM tidak memberikan persetujuan izin edar.
Terawan mengklaim uji klinis vaksin Nusantara dilakukan secara legal dan tunduk pada aturan Tanah Air. Makanya ia berharap anggota Komisi VII untuk mendukung penelitian tersebut sebagai bagian dari kemerdekaan riset.
"Hanya satu cita-cita saya melalui DPR di Komisi VII bisa mendorong untuk tidak menghalangi (penelitian)," ujar dia.
Sejumlah tokoh memang memberikan dukungan meski penelitian vaksin ini menimbulkan polemik. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sempat membawa sembilan relawan uji vaksin Nusantara menjalani pemeriksaan. Hasilnya, vaksin covid-19 yang disponsori oleh mantan itu dianggap efektif.
Namun epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyebut klaim vaksin Nusantara lebih ampuh dibanding Sinovac tidak ilmiah. Ini karena metode penggunaan sel dendritik yang digunakan dalam pengembangan vaksin Nusantara masih membutuhkan waktu riset yang panjang.
“Dalam dunia ilmiah tidak ada klaim-klaim seperti ini. Kalaupun ada, itu lebih kepada kepentingan dagang dan politik. Hal-hal seperti ini yang harus dijauhi,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (4/6).