Kasus infeksi Covid-19 kembali meningkat di sejumlah negara Asia. Situasi ini diprediksi memberikan tantangan baru di tengah upaya pemulihan ekonomi di masa pandemi.
Laporan terbaru DBS berjudul Asia’s Covid Stumble and Fiscal Response menyebutkan, gelombang baru kasus Covid-19 telah mengganggu perekonomian sejumlah negara di Asia, khususnya akibat peningkatan biaya fiskal yang berada di atas rekor utang tahun 2020.
Lonjakan kasus Covid-19 di India yang mencapai lebih dari 6.371 kasus pada Mei 2021 menjadi sorotan utama, diikuti kenaikan di wilayah lain seperti di Malaysia, Filipina serta Thailand. Sedangkan Singapura dan Taiwan, meski angkanya lebih kecil dari negara lain, tapi jumlahnya bertambah signifikan bila dibandingkan catatan kasus yang pernah terjadi di kedua negara itu sebelumnya.
"Dengan vaksinasi yang sedang berlangsung, protokol kesehatan yang diikuti upaya menjalankan bisnis agar tetap beroperasi dengan aman, dampak ekonomi dari situasi yang sedang berlangsung seharusnya jauh lebih kecil daripada kontraksi yang terjadi tahun lalu," kata Chief Economist Group Research DBS, Taimur Baig dikutip dari riset Macro Insights Weekly Asia’s Covid Stumble and Fiscal Response.
Namun, Taimur menggaris bawahi bahwa dampak tersebut tidak bisa dianggap sepele sehingga perlu didukung oleh kebijakan tambahan. Pandemi telah menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi terkena pajak serta kenaikan belanja publik untuk mendukung masyarakat dan kegiatan usaha, mengakibatkan kenaikan defisit dan utang pada tahun lalu.
Tren tersebut menurutnya tidak berkurang ataupun menghilang pada tahun ini. DBS melihat tiga kasus dan kebijakan yang ditempuh negara Asia Tenggara.
1. Thailand
Thailand dikabarkan berencana menambah utang senilai 500 miliar baht (3% dari PDB). Pemerintah negara ini mengusulkan mengalokasikan 300 miliar baht untuk membantu industri yang terkena dampak langsung Covid-19. Lalu 30 miliar baht untuk belanja medis dan vaksin untuk mengatasi wabah serta 170 miliar untuk langkah-langkah membantu meningkatkan permintaan atau konsumsi masyarakat.
Dengan adanya pinjaman baru tersebut, rasio utang publik terhadap produk domestik bruto Thailand diperkirakan naik menjadi 59%. Mengingat pembukaan sektor pariwisata dan agenda wisata sulit dilakukan, maka butuh dukungan lanjutan. Terlebih di negara ini jumlah penduduk yang divaksinasi baru mencapai kurang dari 3% populasi.
2. Malaysia
Lonjakan kasus Covid-19 beberapa waktu lalu membuat pemerintah Malaysia memberlakukan penguncian wilayah (lock down). Sejalan dengan kebijakan kesehatan dan penanganan pandemi, pemerintah Negeri Jiran sebelumnya telah meluncurkan paket stimulus senilai US$ 4,8 miliar (1,25 % dari PDB) pada Maret 2021. Ini merupakan paket keenam yang diluncurkan sejak awal pandemi Covid-19.
Paket tersebut terdiri dari 20 inisiatif strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mendukung bisnis, dan memperluas bantuan yang ditargetkan untuk masyarakat dan sektor yang terdampak.
“Ke depan, Malaysia masih banyak yang mesti dikerjakan, salah satunya upaya peningkatan vaksinasi dimana saat ini baru ada 2,5% dari populasi yang menerima dosis vaksin,” ujarnya.
3. Singapura
Singapura dalam keadaan waspada dan kembali memberlakukan pembatasan mobilitas, meskipun jumlah kasus Covid-19 di negara ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangganya. Dengan sepertiga dari populasi sudah berada di jalur vaksin, Singapura hanya meluncurkan paket dukungan sederhana (0,25% dari PDB) untuk meningkatkan subsidi upah dan memperluas bantuan sewa kepada pekerja dan bisnis yang terdampak. Penanganan pandemi dan kebijakan fiskal perlu berjalan beriringan.
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Laporan dan rilis data memaparkan capaian pertumbuhan ekonomi maupun inflasi beberapa negara selama pandemi Covid-19 gelombang kedua. India melaporkan pertumbuhan ekonomi (PDB) pada kuartal I 2021 sebesar 1,6%, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya sebesar 0,5%. Peningkatan ini diperkirakan terdorong oleh permintaan, ketika kasus Covid-19 masih terkendali pada awal kuartal.
"Kami melihat adanya potensi distorsi pada perhitungan dari satu kali penyesuaian pembayaran subsidi sepanjang 2021 yanga tertuang dalam anggaran bulan Februari," ujar Tim Ekonomi DBS dalam risetnya.
DBS melihat adanya kemungkinan Bank sentral India tetap mempertahankan kebijakan suku bunga, dengan fokus kebijakan mengatasi kerapuhan pertumbuhan melalui regulasi terarah dan dukungan likuiditas, serta memastikan stabilitas sektor keuangan.
Sementara itu, Thailand dan Indonesia sama-sama mengalami kenaikan inflasi pada Mei 2021. Indonesia mencatat inflasi Mei 0,32% , meningkat dari bulan sebelumnya bertepatan dengan momentum hari raya Idul Fitri, sementara inflasi Thailand tercatat 2,41% yang dipengaruhi oleh tekanan harga komoditas.
Meski demikian, inflasi masih tetap terkendali di bawah target pemerintah. Bank sentral Thailand dan Bank Indonesia akan fokus pada strategi makroprudensial untuk menjaga stabilitas perekonomian.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini mencapai 4,1% hingga 5,1%. Perbaikan ekonomi diprediksi akan terdorong oleh kinerja ekspor dan impor yang membaik, belanja pemerintah, hingga Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang akan mendongkrak investasi.
"Semua instrumen kami keluarkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tidak hanya stabilitas. Suku bunga acuan 3,5%, terendah sepanjang sejarah. Kami agresif mendukung ekonomi," katanya Maret lalu seperti yang dikutip dari laman katadata.co.id.
Stabilitas makro ekonomi, menurut Perry, terjaga dengan Inflasi akan sesuai target sasaran pada rentang 2-4%. Ia memperkirakan defisit transaksi berjalan juga akan terkendali 1%-2% terhadap produk domestik bruto," ujarnya.
Kondisi perbankan juga sangat baik dengan rasio permodalan yang kuat dan likuiditas yang longgar. Namun, Perry mengataan, penyaluran kredit hingga kini masih lesu. "Kami di Komite Stabilitas Sistem Keuangan berupaya untuk meningkatkan kredit. Suku bunga diturunkan, likuiditas dikendorkan, termasuk OJK dari sisi regulasinya," katanya.
Sinergi KSSK, perbankan, dan dunia usaha, menurut dia, akan diarahkan untuk mendorong kredit dan pembiayaan-pembiayaan di sektor prioritas yang memiliki kontribusi besar terhadap PDB dan ekspor. Paket kebijakan yang digulirkan KSSK pada awal Februari mencakup kebijakan insentif fiskal serta dukungan belanja pemerintah dan pembiayaan.
Selain itu, kebijakan juga mencakup stimulus moneter, kebijakan makroprudensial, dan digitalisasi pembayaran, kebijakan prudensial di sektor keuangan, dan penjaminan simpanan. Perry menyebutkan, terdapat sektor-sektor ekonomi yang memang memiliki daya tahan.
Namun, ada sektor-sektor yang juga perlu didorong. Salah satunya, sektor otomotif dan properti yang kini telah didukung oleh pemerintah dan otoritas melalui berbagai kebijakan.
Bank DBS menyediakan berbagai layanan lengkap untuk nasabah, SME dan juga perusahaan. Untuk membantu nasabah memahami seluk-beluk bisnis dan informasi terkini di kawasan paling dinamis di Asia Tenggara, Bank DBS menyediakan layanan informasi dan analisis keuangan. Untuk keterangan lebih lanjut klik disini.