Tips Membuat Koloid yang Bisa Dipraktikkan di Rumah

ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki/agr/hp.
Mahasiswa Universitas Serang Raya membuat cairan antiseptik atau hand sanitizer di Laboratorium Unsera, Serang, Banten, Selasa (17/3/2020). Mahasiswa jurusan Teknik Kimia memproduksi cairan antiseptik pembersih tangan untuk pencegahan penyebaran COVID-19 yang akan dibagikan secara gratis kepada civitas akademika serta masyarakat sekitar kampus.
Editor: Intan
4/10/2021, 16.10 WIB

Koloid kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-sehari. Untuk bisa memperoleh manfaat dari zat satu ini, Anda juga bisa membuat koloid dengan mudah di rumah. 

Dilansir dari Ruangguru.com, sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat heterogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar sekitar 1 - 10000 newton meter (nm). 

Berikut sejumlah cara membuat koloid yang dihimpun dari buku pendidikan karya Johari yang diterbitkan oleh Penerbit Erlangga:

1. Dispersi

Dispersi merupakan salah satu cara pembuatan koloid dengan menghaluskan partikel suspensi menjadi partikel berukuran koloid. Dispersi dapat diterapkan dengan cara-cara berikut ini:

a. Cara Mekanin (dispersi langsung)
Butir-butir kasar diperkecil ukurannya dengan menggiling atau menggerus koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi.

Contoh: Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama suatu zat inert (seperti gula pasir) kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.

b. Homogenisasi
Dengan menggunakan mesin homogenisasi. Contoh:

  • Emulsi obat di pabrik obat dilakukan dengan proses homogenisasi
  • Pembuatan susu kental manis yang bebas kasein dilakukan dengan mencampurkan serbuk susu skim ke dalam air menggunakan mesin homogenisasi.

c. Peptisasi
Dengan cara memecah partikel-partikel besar menjadi partikel koloid, misalnya suspensi, gumpalan atau endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).

Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulaosa oleh aseton, karet oleh bensin, endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.

 d. Busur Bredig
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dibuat menjadi koloid dipasang sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam medium dispersi. Kemudian, diberi arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula, atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, kemudian atom-atom tersebut mengalami kondensasi, sehingga menjadi partikel koloid. Cara ini merupakan gabungan cara dispersi dan kondensasi.

2. Kondensasi
Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggumpalkan partikel larutan menjadi partikel berukuran koloid. Sistem kondensasi ini dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Kondensasi secara kimia dilakukan melalui reaksi redoks, hidrolisis, substitusi, dan penggaraman. Sedangkan secara fisika, kondensasi dilakukan melalui proses pendinginan, penggantian pelarut, dan pengembunan uap.

a. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid-koloid basa dari suatu garam yang dihidrolisis.

Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Dengan cara memanaskan larutan FeCl3 (apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)

b. Reaksi Redoks
Reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi.

Contoh: Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.

2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(s)

c. Pertukaran Ion
Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut (endapan) yang dihasilkan pada reaksi kimia.

Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan As2O3 dengan reaksi berikut:

3H2S(g) + As2O3(aq) → As2S3(s) + 3H2O(l)

d. Penggantian Pelarut
Salah satu elemen dari sistem koloid adalah belerang. Benda yang lazim memiliki warna hitam dan aroma khas tersebut dapat dengan mudah larut dalam alkohol (misal etanol), tetapi sukar larut dalam air. Jadi, untuk membuat sol belerang dalam medium pendispersi air, belerang dilarutkan ke dalam etanol sampai jenuh. Setelah itu, larutan belerang dalam etanol dimasukkan ke dalam air sedikit demi sedikit. Partikel belerang akan menggumpal menjadi koloid akibat penurunan kelarutan belerang dalam air. Kemudian, etanol dapat dipisahkan dengan dialisis, maka terbentuklah sol belerang.

Sifat-Sifat yang Melekat pada Koloid

Suatu campuran dapat digolongkan ke dalam sistem koloid apabila memiliki sifat-sifat yang berbeda dari larutan sejati. Berikut beberapa sifat yang membedakan sistem koloid dengan larutan sejati:

1. Efek Tyndall
Efek tyndall merupakan gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris, sehingga sifat itu disebut efek tyndall.

Di sisi lain efek tyndall juga memiliki makna, yaitu efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil, sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

2. Gerak Brown
Gerak Brown juga merupakan gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus, tetapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Bila koloid diamati di bawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak brown.

Partikel-partikel akan senantiasa terus bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas (gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya berosilasi di tempat (tidak termasuk gerak brown).

Bagi koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Ukuran partikel yang cukup kecil membuat tumbukan cenderung tidak seimbang, sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel, sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).

Gerak brown salah satunya juga dipengaruhi suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka dapat dipastikan gerak brown semakin melambat.

 3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel.
Contoh:
(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.

4. Koagulasi Koloid
Koagulasi dapat dimaknai sebagai penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, dapat dimaknai bahwa zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

Koagulasi  ini dengan mudah dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.

5. Koloid Pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.

6. Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semipermeabel yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semipermeabel ini dapat dilewati cairan, tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.

7. Elektroforesis
Elektroferesis adalah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.

Demikianlah pengenalan tentang cara pembuatan koloid di rumah dan sifat-sfat yang melekat padanya.